makalah fiqh ibadah (sholat)

SHOLAT
{Pengertian, Sejarah Persyariatan, Macam & Waktu, Filosofi & Hikmah serta Kaifiah Sholat}


OLEH :
1.      Maulida Maulaya Hubbah               S20163040
2.      Jessica Eraviana                                S20163002
3.      Muhammad Yatim                            S20163016


PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
SEPTEMBER 2017

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Jika kita berbicara mengenai Fiqh, dipastikan segala hal yang merupakan hasil pemikiran para mujtahid berupa hukum praktis sehingga dapat diketahui bagaimana cara memahami Syariah tercakup didalamnya. Disinilah kemudian timbul beberapa bidang dengan pengklasifikasian yang sesuai menurut ciri dan bentuknya.
Salah satunya ialah Fiqh Ibadah. Dalam muatan fiqh ibadah terdapat beberapa pembahasan yang tendensinya berupa ketaatan, kepatuhan serta bentuk khimad pada Sang Pencipta, satu diantaranya ialah Sholat. Berdasarkan hal tersebut, penulis berinisiatif untuk mengkajinya secara sederhana.
Kemudian kami sampaikan Terima kasih yang begitu sangat kepada Ibu Rina Suryanti, S.H.I.,M.Sy sebagai dosen pembimbing mata kuliah Fiqh Ibadah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Jember yang telah membimbing dan mengajari penulis hingga saat ini.
Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat, Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Wassalamu’alaikum wr.wb…....
                              22 - September  - 2017

                        Penulis,


                                           


DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................... 4
            1.1 Latar Belakang..................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 4
BAB 2. PEMBAHASAN....................................................................................... 5
2.1 Pengertian Sholat.......................................................................... ....... 5
2.2 Sejarah Persyariatan Sholat........................................................ ....... 6
2.3 Macam-Macam & Waktu Sholat...............................................      10
2.5 Kaifiah Sholat..............................................................................      15
2.6 Hikmah & Filosofi Sholat...........................................................      17
BAB 3. PENUTUP.............................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................                     22





BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sholat merupakan salah satu bentuk ibadah praktis yang disyariatkan kepada umat muslim khususnya. Terdapat banyak sekali permasalahan yang pelik dan rumit yang slalu ditemui dalam praktiknya sehingga sholat dapat dilaksanakan secara prima serta sempurna.
Mengetahui shalat merupakan amal yang di hisap paling pertama di alam kubur dan merupakan amal yang paling penting, karena sanggat pentingnya sholat orang sakit pun harus tetap melakukan sholat dalam keadaan apapun, tak mampu berdiri, duduklah, tak mampu duduk, berbaringlah tak mampu berbaring cukup dengan kedipan mata, tak mampu pula bahkan sampai hanya hati yang mengetahui perbuatan sholat yang dilakukan, apalagi hanya dengan alasan sibuk sholat tetap harus dilaksanakan. Betapa sangat pentingnya shalat dalam kehidupan di dunia dan di akhera. Selain itu shalat juga sebagai tiang agama yang dapat membentuk karakter akhlak kita untuk lebih baik lagi dan tidak mudah terjerumus dalam lubang muslihat ataupun menuju jalan yang haram.
Metode atau tata cara, baik dari bagaimana memahami maksud sholat, kemudian bagaimana sholat disyariatkan, kapan harus dilaksanakannya sholat, serta kaifiah, hikmah dan filosofi sholat perlu kiranya diketahui agar semakin khidmadlah ibadah sholat kita.
Untuk itulah penulis tertarik untuk membahas seulas mengenai Sholat yang akan kami bahas berikutnya.
1.2. Rumusan Masalah.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas maka permasalahan yang dirumuskan dalam permasalahan ini adalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian Sholat?
2.    Bagaimana sejarah persyariatan sholat?
3.    Apa saja macam-macam sholat dan kapan waktu-waktu sholat?
4.    Bagaimana kaifiah dalam sholat?
5.    Apa saja hikmah dan filosofi sholat?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. PENGERTIAN SHOLAT
Sholat menurut bahasa berarti do’a, berdasarkan firman allah SWT. “ وصل عليهم”  (At-Taubah:104) yang artinya berdoalah kamu untuk orang-orang yang beriman.[1] Sedang menurut (tinjauan) Syara’ ialah beberapa perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan ucapan salam, dengan memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan.[2] Dan telah diwajibkan kepada manusia untuk beribadah kepada Allah Swt (QS.2:21).[3] Dalam konteks tersebut merupakan kewajiban dalam melaksanakan sholat fardlu 5waktu sebanyak 17 rokaat.
Dalam sebagian redaksi kitab lain, menggunakan kata-kata: Sholat-sholat yang difardlukan ada lima. Masing-masing dari lima tersebut harus dikerjakan pada awal waktu (tepat masuk waktu dimulainya sholat) yang mana keharusan mengerjakannya eluasa hingga sampai pada batas sisa waktu yang masih ada/cukup. (sekira muat untuk mengerjakan sholat. Maka, sewaktu dalam keadan demikian, mwnjadi sempitlah waktu keharusan mengerjakannya.[4]
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa hukum sholat (5waktu) termaksud dalam Wajib Muwassa’ yaitu kewajiban yang waktu untuk melakukan kewajiban itu melebihi waktu pelaksanaan kewajiban itu sendiri.[5] Apabila telah diakhir waktu dan cukup hanya bisa untuk  melaksanakan rukun-rukunnya saja maka akan berubah menjadi Wajib Mudhayyaq yang mana pelaksanaan kewajiban sama waktunya dengan waktu yang disediakan untuk melaksanakan wajib tersebut[6], harus dilaksanakan saat itu juga.

2.2. SEJARAH PERSYARIATAN SHOLAT
Mengenai persyariatan sholat, Allah telah mensyariatkannya jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk sholat, bahkan tercatat dalam sejarah bahwa umat terdahulu juga mengerjakan shalat, sebagai bukti dalam ajaran agama Ariyah dan Samiyah mewajibkan semua orang mengerjakan shalat dalam waktu-waktu yang telah ditentukan.
Begitu pula dengan agama Majusi, dalam ajaran mereka mewajibkan bagi semua orang yang telah menginjak masa baligh untuk mengerjakan shalat tiga kali dalam sehari semalam, yang pertama shalat Subuh, kedua shalat Asar, dan ketiga shalat Isya’. Dalam agama Majusi ini pun terdapat shalat sunnah seperti shalat saat menaiki kendaraan dan turun dari kendaraan. Tak hanya itu, Yahudi juga mengerjakan shalat pada hari Sabtu sedangkan orang-orang Nashrani mengerjakan pada hari Minggu. Ini sama halnya dengan orang Islam yang mengerjakan shalat pada hari Jumat.[7]
Namun apakah sama sholat yang mereka laksanakan dengan yang nabi kerjakan, apakah sama nama sholat mereka dengan yang saat ini kita ketahui, hal tersebut merupakan persoalan yang membutuhkan pembahasan lebih rinci, karena pada dasarnya sejarah pensyariatan sholat mulai dari sebelum datannya islam, sholat pada zaman jahiliyah dan penyembah berhala sebagaimana yang dijelaskan dalam surat Al-Anfal ayat 35:
(وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً)
“Dan shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk tangan.”,
Sampai pada pra dan pasca isra’ mi’raj hingga disyariatkannya sholat 5 waktu. Fokus kepada sejarah pensyariatan sholat pada nabi Muhammad.
Ibadah sholat lima waktu diwajibkan pada umat ini saat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam masih tinggal di Makkah, sebelum hijrah ke Madinah dilakukan. Tepatnya saat malam isra’ mi’raj. Satu setengah tahun sebelum hijrah. Sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah:
 “Pada malam isra’ mi’raj, tepatnya satu setengah tahun sebelum hijrah, Allah mewajibkan sholat lima waktu kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam. Kemudian secara berangsur, Allah terangkan syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan sholat”
Sebagian ulama lain menerangkan tiga tahun sebelum hijrah. Ada juga yang menerangkan lima tahun sebelumnya. Intinya, dalam penetuan waktu terjadi isra ‘ mi’raj, terjadi silang pendapat yang panjang di kalangan ulama. Sampai As Suyuti rahimahullah menerangkan, ada 15 pendapat ulama dalam hal ini.
Pada awalnya, Allah memerintahkan lima puluh kali sholat dalam sehari semalam. Nabi menerima perintah tersebut dengan ridho dan legowo. Sampailah ketika beliau melewati langit keenam, beliau bertemu dengan Nabi Musa as. Musa bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, “Apa yang Allah perintahkan padamu?”
“Aku diperintahkan untuk melaksanakan lima puluh kali sholat salam sehari semalam” Jawab Nabi.
“Umatmu tak kan mampu, “kata Nabi Musa, “melakukan lima puluh kali sholat setiap hari. Karena saya telah mencobanya pada umat sebelum umatmu. Dan aku telah membina Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah kepada Tuhanmu. Mintalah keringanan untuk umatmu.”
“Akupun kembali meminta kepada Rabb-ku. Lantas Allah menguranginya sepuluh sholat (sehingga sisa 40 sholat). Lalu aku bertemu Musa kembali. Namun beliau menyarankan seperti yang beliau sarankan sebelumnya”, terang Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Begitu terus kejadiannya. Sampai Allah memberi keringanan cukup melakukan lima kali sholat dalam sehari semalam. Namun Nabi Musa tetap menyarankan beliau untuk minta keringanan, seperti saran beliau pertama.
Hanya saja Nabi malu untuk meminta keringanan kembali kepada Allah. Sebagaimana sabdanya:
سَأَلْتُ رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ وَلَكِنِّي أَرْضَى وَأُسَلِّمُ قَالَ فَلَمَّا جَاوَزْتُ نَادَى مُنَادٍ أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي
“Aku telah berulang kali memohon keringanan kepada Rabb-ku, sampai aku merasa malu. Tetapi aku ridho dan menerima perintah tersebut“.
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam melanjutkan, “Setelah aku melewati Musa, terdengarlah suara seruan : Telah Kusampaikan kewajiban (kalian) atasKu, dan Aku berikan keringanan untuk hamba-hambaKu”
Waktu awal-awal sholat diwajibkan, seluruh sholat hanya berjumlah dua raka’at. Kecuali sholat maghrib, jumlahnya tiga raka’at. Baru setelah beliau hijrah ke kota Madinah, ada penambahan raka’at menjadi empat raka’at (yakni Dhuhur, Ashar, Isya yang tadinya 2 raka’at menjadi 4 raka’at). Kecuali maghrib (tetap 3 raka’at) dan subuh (tetap dua raka’at).
Sebagaimana diterangkan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha, yang termaktub dalam Shahih Bukhori, beliau menceritakan:
فُرِضَتْ الصَّلَاةُ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ هَاجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفُرِضَتْ أَرْبَعًا وَتُرِكَتْ صَلَاةُ السَّفَرِ عَلَى الْأُولَى
“Pada awalnya, shalat itu diwajibkan dua rakaat. Kemudian setelah nabi hijrah, shalat diwajibkan menjadi empat rakaat. Hanya saja ketentuan sholat untuk orang yang safar, seperti ketentuan sholat sebelumnya (yakni 2 rakaat untuk sholat yang 4 raka’at)
Dalam riwayat Imam Ahmad ditambahkan:
إلا المغرب لأنها وتر، وأصبح لأنه يطول فيها القرائة
“Kecuali shalat maghrib (maka tetap 3 raka’at), karena ia sebagai witir. Dan subuh (2 raka’at) karena bacaan sholat subuh (diperintahkan) untuk dipanjangkan.[8]
Sebelum peristiwa Isra Mi’raj, sebagian Ulama menerangkan, aka da kewajiban sholat kala itu kecuali sholat malam. Tanpa ada batasan tertentu. Berdasarkan sudut padang historis sholat merupakan perintah Alah SWT. Yang disyariatkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya, hal ini berdasarkan Asbabul Nuzul Surat Al Muzzammil ayat 1-9 yang beberapa lama kemudian turunlah ayat berikutnya (ayat 20) untuk melaksanakan sholat malam. 2قليلا الا اليل قم 1المزمل يايها dan seterusnya yang artinya “wahai orang yang berselimut (Muhammad)!* bangunlah (untuk sholat) pada malam hari kecuali sebagian kecil ....”[9]
Hingga turun ayat terakhir yang artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Alquran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”[10]
Dengan turunnya ayat ini, hukum Salat Malam menjadi sunah. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini, “Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban Salat Malam yang mula-mula Allah wajibkan bagi umat Islam, begitupun dalam majlis ta’lim Ushul Fiqh yang mengatakan: pada dasarnya setiap perintah menunjukkan IJAB  “الاصل في الامر للوجب” tetapi pada kenyataannya tidak semua perintah itu wajib apabila terdapat dalil lain yang tidak mewajibkannya. Seperti perintah melakukan sholat tahajjud dikarenakan terdapat ayat yang me-mansuh-kan boleh tidak melakukan maka menjadi turunlah tingkatan ijab terebut.[11]
Sebelum shalat lima waktu yang wajib disyariatkan, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat sudah melakukan ibadah shalat. Hanya saja ibadah shalat itu belum seperti shalat 5 waktu yang disyariatkan sekarang ini.
Barulah pada malam mi`raj disyariatkan shalat 5 kali dalam sehari semalam yang asalnya 50 kali. Persitiwa ini dicatat dalam sejarah terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke-5 sebelum peristiwa hijrah nabi ke Madinah. Sebagaimana tertulis dalam hadits nabawi berikut ini :
فُرِضَتِ الصَّلاَةُ عَلىَ النَّبِيِّ  rلَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ خَمْسِيْنَ ، ثُمَّ نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا  ثُمَّ نُوْدِيَ يَا مُحَمَّدُ : إِنَّهُ لاَ يُبْدَلُ القَوْلُ لَدَيَّ  وَإِنَّ لَكَ بِهَذِهِ الْخْمْسِ خَمْسِيْنَ رواه أحمد والنسائي والترمذي وصححه
            Dari Anas bin Malik ra. “Telah difardhukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam shalat pada malam beliau diisra`kan 50 shalat. Kemudian dikurangi hingga tinggal 5 shalat saja. Lalu diserukan ,”Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan. Dan dengan lima shalat ini sama bagi mu dengan 50 kali shalat”.(HR. Ahmad, An-Nasai dan dishahihkan oleh At-Tirmizy)
Sebagian dari mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa shalat disyariatkan pada malam mi’raj, namun bukan 5 tahun sebelum hijrah, melainkan pada tanggal 17 Ramadhan 1,5 tahun sebelum hijrah nabi.
2.3. MACAM-MACAM SHOLAT DAN WAKTU PELAKSANAANNYA
2.3.1 Sholat Fardhu
Sholat fardhu ialah sholat yang diwajibkan untuk mengerjakannya, sholat fardu  dibagi menjadi dua, yaitu sholat fardhu ain dan sholat fardhu kifayah.
2.3.1.1 Sholat Fardhu Ain
A. Sholat 5 waktu ialah sholat wajib merupakan sholat yang disyariatkan oleh Allah pelaksanaannya untuk semua mukallaf yang pada dirinya terkumpul sifat-sifat islam, baligh, brakal, suci dari haid dan nifas, maka tidak ragu lagi orang tersebut wajib melakkan sholat.[12] Dan akan mendapat sanksi kelak diakherat jika meninggalkannya. Berikut merupakan sholat yang diwajibkan:
1.      Sholat Dhuhur yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka’at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Disebut sholat dhuhur sebab sholat itu tampak terang (dikerjakan) pada tengah-tengah siang hari.
Waktu pelaksanaan sholat dhuhur mulai setelah lewat rembang matahari (setelah matahari tergelincir ke arah barat). Dan akhir waktunya adalah ketika bayang-baang sebuah benda telah sama panjangnya dengan benda itu, sesudah matahari lewat rembang.[13]
2.      Sholat Ashar yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka’at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Disebut sholat ashar sebab ia menyonsong datang waktu terbenamnya matahari.
Waktu sholat asar dimulai setelah bayang-bayang sebuah benda yang sama dengan benda aslinya tadi bertambah panjang. Dan akhir waktunya menurut waktu ikhtisar (waktu yang menjadi pilihan untuk mengerjakan salat sebelum masuk pada bagian waktu sebelumnya) adalah sampai bayangan sebuah benda menjadi dua kali panjang benda tersebut. Sedangkan menurut waktu jawaz (waktu dimana masih boleh untuk mengerjakan sholat) adalah sampai terbenamnya matahari.[14]
3.      Sholat Maghrib yaitu sholat yang dikerjakan 3 (tiga) raka’at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Disebut sholat magrib sebab dikerjakannya sholat magrib itu sewaktu matahari terbenam.
Waktu sholat magrib ialah satu setelah terbenamnya matahari ditambah sekedar waktu orang berazan, berwudhu’, menutup aurat, beriqomat untuk sholat, dan sholat 5 rakaat (3 rakaat sholat magrib dan 2 rakat sholat sunnah sesudahnya).[15] Dalam qaul qodim Riwayat Muslim berdasarkan sabda nabi saw:
ووقت المغرب اذا غابت الشمس ما لم يسقط الشفق
“waktu magrib ialah ketika matahari terbenam selama mega merah belum lenyap”[16]
4.      Sholat Isya’ yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat) raka’at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Disebut sholat Isya’. Kata isya’ dikasrah huruf ainnya adalah sebuah nama bagi permulaan (munculnya) gelap malam, sedang sholat tadi disebut isya’ karena dikerjakan sewaktu malam sedang gelap.
Permulaan waktu isya’ adalah hilangnya mega mrah dan akhir waktunya menurut waktu ikhtisar adalah sampai sepertiga malam, sedangkan menurut waktu jawaz adalah sampai terbitnya fajar kedua.[17]
5.      Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua) raka’at dengan satu kali salam. Disebut subuh menurut bahasa mempunya arti “permulaan siang hari” dan disebut subuh karena dikerjakan sewaktu tiba permulaan siang hari.[18]
Permulaan waktunya ialah munculnya fajar. Fajar ini disebut fajar shadiq yaitu fajar yang terangnya menyebar dan melintang di ufuk timur atau disebut juga fajar kedua, adapun fajar pertama atau fajar kadzib tidak merupakan permulaan masuknya waktu subuh, yaitu ketika fajar berwarna abu-abu, bentuknya memanjang keatas. Disebut kadzib karena ia bersinar kemudia menghitam lagi. Dan akhir waktunya di dalam waktu ikhtiar, hingga remang-ramang pagi. Dan akhir waktunya di dalam waktu jawaz hingga munculnya matahari.[19]
B. Sholat jum’at Ialah sholat yang dilakukan pada waktu duhur hari jum’at sebagai pengganti dari sholat duhur. Sholat jum’at dikerjakan dua rakaat yang didahului dengan dua khutbah. Hukumnya fardu ain bagi memreka yang telah memenuhi syarat.
a.       Syarat sahnya sholat jum’at: dilaksanakan di darul iqomah (wilayah yang telah dijadikan tempat tinggal), dikerjakan pada waktu duhur, dilaksanakan secara berjamaah dan mencapai 40 orang jamaah dari ahlul jum’ah, didahului denan dua khutbah.
b.      Syarat wajib sholat jum’at: islam, baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki, tidak ada udzur, istithan (bertempat tinggal) atau bermukim.[20]

2.3.1.2 Sholat Fardhu Kifayah
ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak dikerjakan. Seperti salat jenazah.

2.3.2        Sholat Sunnah (Sholat Nafilah)
Sholat Nafilah adalah salat-salat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak diwajibkan yang artinya apabila meninggalkan tidak akan dikenai sanksi namun melaksanakannya sangat dianjurkan. Salat nafilah terbagi lagi menjadi dua, yaitu Nafil Muakkad yaitu sholat sunah yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib) dan Nafil Ghoiru Muakkad yaitu salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat sunah Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil seperti sholat gerhana.
A.  Sholat dua Hari Raya (Idul Fitri & Idul Adha). Sholat dua hari raya adalah sunnat muakkadah. Sholat dengan dua rakaat, rakaat pertama membacatakbir tujuh kali selain takbiratul-ihram, dan pada rakaat kedua membaca takbir lima kali selain takbir berdiri. Setelah sholat diadakan khutbah dua kali. Sholat hari raya itu diperintahkan oleh agama dengan dalil al-qur’an, as.sunnah dan ijma’ ummat. Allah berfirman:
فصل لربك وانحر yang artinya “Sholatlah kamu hai muhammad dan sembelihlah qurban”[21] yang dimaksud dengan sholat dalam ayat ini adalah sholat hari raya qurban.
Diberitakan bahwa nabi Muhammad pertama kali melakukan sholat hari raya adalah sholat hari raya fitri di tahun kedua Hijrah pada tahun itu pula difardhukan zakat fitrah.[22]
B.     Sholat dua gerhana (gerhana matahari & gerhana bulan). Sholat ini dianjurkan berdasarkan sabda nabi Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim “sesungguhnya matahari dan rembulan itu tidak gerhana karena matinya seseorang, dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kamu sekalian melihat gerhana, sholatlah dan berdo’alah kepada Allah Ta’ala.[23]
C.  Sholat minta hujan (Sholat Istisqa’). Istisqa’ artinya memohon curahan air (siraman/hujan) dari Allah tatkala membutuhkannya.sholat ini diperintahkan pada para muslimin bertaubat dan bersedekah serta keluar dari kezaliman, mengajak damai para musuh dan berpuasa tiga hari, kemudian pada hari keempat mengajak para muslimin untuk keluar degan pakaian yang buruk (tanda merendahkan diri) berkeadaan seperti orang miskin, dan mendekatkan kepada Allah, dan sholat dua rakaat bersama-sama kaum muslimin sebagaimana sholat hari raya.[24]
D.    Sholat sunnah Rawatib. Ialah sholat yang dianjurkan untuk dilaksanakan yang pelaksanaannya mengikuti sholat fardhu, yaitu ada 17 rakaat:
a.       2 rakaat sebelum melakukan sholat subuh
b.      4 rakaat sebelum mengerjakan sholat dhuhur
c.       2 rakaat sesuah melakukan sholat duhur
d.      4 rakaat sebelum mengerjakan sholat Asar
e.       2 rakaat sesudah melakukan sholat magrib
f.       3 rakaat sesudah melakukan shalat isya’ yang mana satu dari 3 rakaat tersebut dikerjakan sebagai sholat witir. Adapun 1 rokaat sholat witir itu adalah paling sedikitnya rakaat sholat witir, sedang paing banyak adalah 11 rakaat.
Sholat witir di bulan Ramadhan sunnah dikerjakan berjamaah baik sebelum atau sesudah sholat terawih. Sholat witir hanya boleh dikerjakan sekali saja berdasarkan Hadist Riwayat Abu Dawud Waghoiruhu yang tertulis: “tidak ada dua witir dalam satu malam”
E.   3 sholat sunnah yang ditekankan selain sholat sunnah yang mengikuti pada sholat fardhu:
1.      Sholat pada (tengah) malam. Adapun sholat sunnah mutlaq dilakukan pada waktu (tengah) malam itu lebih utama daripada dilakukan disiang hari. Sedang sholat sunnah dilakukan ditengah malam itu lebih utama, (baru) kemudian akhir malm itu lebih utama. Demikian ini menurut pandangan orang yang membagi malam hari menjadi tiga waktu.
Sholat malam (tahajjud) yang dimaksud bukan sholat yang dilakukan malam hari dengan niat sholat tahajjud. Tapi yang dianggap sebagai sholat tahajjud adalah sholat baik berupa sholat rawtib, sunnah mutlaq, fardhu yang di qada’ atau sholat nadzar yang dilakukan setelah bangun tidur dan setelah selesai melaksanakan sholat isya’ walaupun dalam bentuk jama’ taqdim.[25]
2.      Sholat Dhuha. Paling sedikit dilaksanakan sebanyak 2 rakaat sedang paling banyak 12 rakaat. Adapun waktu pelaksanaannya semenjak dari naiknya matahari hingga condongnya matahari (kearah barat) sebagaimaan yang dkatakan oleh imam nawawi di dalam kitab  Syarah Muhadzdzab.[26]
3.      Sholat Tarawih. Yaitu sebanyak 20 rakaat, dengan 10 ucapan salam, dilakukan setiap malam dalam bulan ramadhan. Sedang jumlah keseluruhan shalat terawih itu ada 5 kali istirahat. Dan seseorang yang hendak melakukan sholat tarawih, ia harus niat pada tiap-tiap 2 rakaat, (niat) sholat sunnah terawih, atau sholat sunnah bulan ramadhan. Seandainya ada orang sholat terawih (dilakukan setiap) 4 rakaat, dengan satu kali ucapan salam, maka hukumnya tidak sah. Adapun pelaksanaannya antara sholat isya’ dan sholat fajar.[27]
2.4      KAIFIAH SHOLAT
Rasulullah SAW bersabda: «صَلّوا كما رأيتموني أُصلي» متفق عليه “Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat.” (Hadits Muttafaq alaih).
Dan berikut runtutan amaliyah shalat dari pertama sampai terakhir, dengan disertai statusnya (fardhu) atau (sunnah) yang sesuai, setelah yakin waktu shalat sudah masuk, telah bersuci, menutup aurat, menghadap kiblat, kemudian melakukan hal-hal berikut ini:
1. Niat shalat yang hendak ditunaikan (fardhu). Niat sholat ialah didalam hati.
2. Mengangkat kedua tangan sehingga ibu jari setinggi telinga atau bahu, telapak tangan menghadap kiblat (sunnah) kemudian bertakbiratul ihram, yang lafadlnya “ALLAHU AKBAR” (fardhu).
3. Masih berdiri (fardhu) tegak menghadap kiblat dan arah wajahnya ke arah sujud, (apabila tidak mampu maka diperbolehkan untuk duduk, tidak mampu pula berbaring, tidak mampu lagi dengan kedipan mata sampai hanya suara hati) meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di atas pusar, membuka kedua kakinya kira-kira empat jari (sunnah).
4. Membaca doa iftitah, dengan salah satu lafazh yang ada (sunnah).
5. Membaca isti’adzah dengan sirriyah (suara pelan), mengeraskan atau membaca pelan basmalah sebelum Al Fatihah di setiap rakaat. (sunnah).
6. Membaca surah Al Fatihah setiap rakaat shalat fardhu atau shalat sunnah (fardhu) jika sebagai imam atau shalat sendirian. Sedang jika sebagai makmum, maka membaca Al Fatihah ketika imam membacanya sirriyah (pelan) dan mendengarkan bacaan imam ketika membacanya jahriyah.
7. Membaca satu surah atau ayat dari Al Qur’an setelah membaca Al Fatihah pada dua rakaat pertama setiap shalat (sunnah).
8. Bertakbir (sunnah) lalu ruku’ (fardhu) dengan mengangkat kedua tangan (sunnah) bertasbih (sunnah) thuma’ninah ketika ruku’ (fardhu). Bangun ruku’ dan berdiri tegak (fardhu) dan membaca : (سَمع الله لمن حَمِده، رَبَّنا ولَك الحمد) dengan mengangkat kedua tangan (sunnah).
9. Bertakbir (sunnah) turun untuk bersujud (fardhu) dengan memperhatikan sunnah cara bersujud, memperbanyak (menigakalikan bacaan) dzikir (sunnah).
10. Bertakbir (sunnah) mengangkat kepala dan duduk (fardhu) dengan memperhatikan sunnah, lalu bertakbir (sunnah) dan sujud lagi (fardhu), bertakbir (sunnah) dan bangun dari sujud dengan mengangkat kedua tangan sebelum kedua kaki (sunnah) untuk meneruskan rakaat kedua.
11. Pada rakaat kedua melakukan apa yang sudah di lakukan pada rakaat pertama, sesudah itu duduk untuk tasyahhud awal, dan bershalawat atas Nabi Muhammad SAW (sunnah).
12. Pada rakaat ketiga dan keempat, cukup dengan membaca surah Al Fatihah dengan sirriyah, meskipun dalam shalat jahriyah. Kemudian duduk tasyahhud akhir (fardhu) bershalawat atas Rasulullah SAW (sunnah), berdoa sebelum salam dengan doa ma’tsur yang disukai.
13. Salam ke sisi kanan dengan menengok ke arah kanan (fardhu) lalu ke kiri dengan menengok ke arah kiri (sunnah).[28]
2.5 HIKMAH DAN FILOSOFI SHOLAT
Latar belakang di syariatkannya shalat di satu sisi sebagai pembuktian ketundukan dan penghambaan diri terhadap Allah dan di sisi lain sebagai bentuk syukur terhadap nikmat dari Yang Maha Besar. Diantaranya adalah, ni’mat penciptaan makhluk. Allah telah menjadikan manusia dengan bentuk yang paling sempurna, hingga tak seorang pun berharap di ciptakan dengan selain bentuk ini. Allah Berfirman dalam surat At.Tin ayat 4:
لقد خلقنا الانسان في احسن تقويم
 yang artinya: “Sungguh kami telah ciptakan manusia dalam bentuk yang terbaik.”
Begitu pula nikmat sehat, karena dengan kesehatan anggota badan, seseorang mampu berbuat banyak kebajikan. Termasuk di dalammya nikmat pemberian sendi-sendi yang elastis dalam anatomi tubuh yang sempurna sehingga dapat di fungsikan dalam kondisi apapun. Allah kemudian memerintahkan kita untuk menggunakan nikmat-nikmat itu dalam kepatuhan. Dalam shalat, kita padukan anggota badan, lisan, hati serta jiwa untuk berlutut dan memuja kepadaNya. Agar semua anggota dapat mensyukuri nikmat yang ada.
Diantara hikmah yang terkandung dalam shalat adalah:
1.      “Disiplin waktu”. Orang yang shalat tepat pada waktunya dapat di di lihat dari sikapnya yang efektif menggunakan waktu. Ia tidak membiarkan nikmat yang mahal harganya ini berlalu sia-sia.
2.      “Kebersihan”. Shalat tidak sah bila tanpa bersuci. Hikmahnya, orang yang shalatnya khusyu’ akan cinta dengan hidup yang bersih. Akan selalu berpikir bagaimana lahir batinnya bisa selalu bersih.
3.      Niat dalam sholat  adalah rukun shalat. Seorang yang khusyu’ shalatnya akan selalu menjaga niat dalam setiap perbuatannya. Ia tidak mau bertindak sebelum yakin niatnya lurus karena Allah.
4.      “keteraturan atau tertib” Shalat juga memiliki rukun yang tertib urutannya. Shalat mengajarkan agar mukmin senantiasa tertib, teratur dan prosedural dalam hidupnya.
5.      Shalat juga melatih untuk tawadhu’. Ketika sujud, kepala dan kaki sama derajatnya, bahkan dalam shalat setiap orang sama derjatnya. Ini bermakna dalam hidup kita harus tawadhu’. Sebab kemuliaan yang hakiki hanya pantas di miliki Allah SWT.
6.      Hikmah lain di balik sejumlah kewajiban shalat sehari semalam adalan agar selalu berlangsung hubungan munajah antara hamba dan Tuhannya dalam ketaatan yang continue, sehingga dia selalu sadar berada dalam pengawasanNya dan selalu takut kepadaNya. Bila seorang hamba menghadap Tuhan nya sehari 5 kali, selalu sadar bahwa Allah mendeteksi semua rahasia dan mengetahui bahwa Allah akan menghitung semua amal, baik yang kecil maupun yang besar. Maka jelas hal itu mengantarkan si hamba untuk melaksanakan hak agama, takut kepada Allah dan berharap meraih pahala. Sehingga bila terjebak dalam dosa, ia cepat-cepat bertaubat.
7.      membina rasa persatuan dan persaudaraan sesama muslimin. Umat Islam di seluruh dunia menghadap Kiblat yang sama, yaitu Ka’bah. Hal ini akan membawa dampak psikologis yaitu persatuan, kesatuan dan kebersamaan ummat. Contoh lain, adalah pada shalat berjamaah. Setiap makmum mempunyai kewajiban mengikuti gerakan imam, sedangkan apabila imam melakukan kesalah maka makmum mengingatkan. Sehingga akan timbul diantara jama’ah rasa kebersamaan, persatuan, persaudaraan dan kepemimpinan.
Adapun filosofi dari gerakan sholat memiliki hikmah dalam kesehatan diantaranya:
a.       TAKBIRATUL IHRAM.
·         Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah
·         Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke s! Eluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.
b.      RUKUK.
·         Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.
·         Manfaat: Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot – otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.
c.       I’TIDAL
·         Postur: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan setinggi telinga.
·         Manfaat: Itidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud. Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.
d.      SUJUD
·         Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai.
·         Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisamengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa – gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.
e.       DUDUK
·         Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy ( tahiyyat awal ) dan tawarruk ( tahiyyat akhir ). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
·         Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih ( urethra ), kelenjar kelamin pria ( prostata ) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan. Dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga. Kelenturan dan kekuatan organ – organ gerak kita.
f.       SALAM
·         Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.
·         Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah. BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri wanita luar dan dalam.












BAB III
PENUTUP

3.1  KESIMPULAN
Dari paparan penulis secara singkat diatas, kiranya penulis menyimpulkan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang termaktub diatas :
1. Sholat menurut bahasa berarti do’a, berdasarkan firman allah SWT. “ وصل عليهم”  (At-Taubah:104) yang artinya berdoalah kamu untuk orang-orang yang beriman.[29] Sedang menurut (tinjauan) Syara’ ialah beberapa perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan ucapan salam, dengan memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan.
2. persyariatan sholat telah ada jauh sebelum disyariatkan kepada nabi muhammad, namun dalam pengertian, tata cara, bahkan tujuan yang berbeda. Disyariatkannya sholat 5 waktu tidak jauh dari peristiwa isra’ mi’raj.
3. macam-macam sholat menurut kategori hukum melaksanakan dibagi menjadi dua, yaitu sholat fardhu yang dibagi menjadi dua lagi fardu ain dan fardu kifayah, serta sholat sunnah yang dibagi menjadi dua lagi nafil muakkad dan nafil ghoiru muakkad.
4. sholat dimulai dari niat, hingga salam secara tertib.
5. pelaksanaan sholat memiliki banyak hikmah, diantaranya adalah dari sisi ketertiban, kedisiplinan, kebersihan, menjadikan diri senangtiasa bersikap tawadhu, serta memiliki manfaat dalam setiap gerakannya.










DAFTAR PUSTAKA

1.      Anwar, Syarifudin & Mishbah Mufthafa. 2007. Cetakan VII. Terjemah Kifayatul Akhyar Fii Ghayatil Ikhtishar. Surabaya: CV. Bina Iman.
2.      Zaini, Mahmud. 2001. Cetakan II. Terjemah Matnul Ghayah Wat Taqrib. Jakarta: Pustaka Amani.
3.      Abu Hazim Mubarok. 2012. Cetakan I. Terjemah Fathul Qorib. Jawa Barat: Mukjizat.
4.      Hariyanto. 2010. Cetakan X. Syarat-Syarat Kecakapan Ibadah Amaliah. Madura: Ponpes Annuqayah A Latee Printing.
5.      Drs. Moh. Rifa’i. 2014. Cetakan 66. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
6.      Dikutip dari tuisan Ahmad Anshori yang merujuk pada literatur sebagai berikut:
a. Tafsir Ibnu Katsir, Cetakan Dar Thoyyibah, th 1420 H. Tahqiq: Sami bin Muhammad Salamah.
b. Al ayah al Kubro fi Syarh Qissoh al Isra‘, karya Imam Suyuti. Terbitan : Darul Hadis, Kairo.
c. Sifat as Sholah an Nabi, karya: Syaikh Ibnu ‘Ustaimin rahimahullah. Terbitan : Mu-assasah Syaikh Ibnu ‘ Ustaimin. Cetakan ke 2, th 1434 H.
d. Kota Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, 3 Rabiul Awwal 1437 H.
7.   Muhammad Shohib. 2007. Shaamil Qur’an dan terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama RI.
8.. Diskusi Pembelajaran Oleh Dr.H. Sutrisno RS.M.HI. Majlis Ta’lim Ushul Fiqh Hukum Syara’. 2017. Jember.
9. Syarifuddin, Amir. 2008. Cetakan III. Ushul Fiqh. Jakata: Kencana.
10. http// www.Thariqat Sarkubiyah Fiqih Sejarah Diwajibkan Shalat 5 Waktu.com Tim Sarku: 5 Mei 2016
11.
           





[1] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar  , (Surabaya: CV Bina Iman), 2007, hlm 180
[2] Abu Hazim Mubarok, Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat: Mukjizat) 2012, hlm 117
[3] Al-Qur’an Surat Al-Baqoroh Ayat 21
[4] Ibid 1
[5] Prof. Dr.H. Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh, (Jakarta: kKencana) 2008, hlm 64
[6] Ibid 5, hlm 66-67
[7] http// www.Thariqat Sarkubiyah.Fiqih Sejarah Diwajibkan Shalat 5 Waktu.com Tim Sarku: 5 Mei 2016
[8] Dikutip dari tuisan Ahmad Anshori yang merujuk pada literatur sebagai berikut:
1.        Tafsir Ibnu Katsir, Cetakan Dar Thoyyibah, th 1420 H. Tahqiq: Sami bin Muhammad Salamah.
2.        Al ayah al Kubro fi Syarh Qissoh al Isra‘, karya Imam Suyuti. Terbitan : Darul Hadis, Kairo.
3.        Sifat as Sholah an Nabi, karya: Syaikh Ibnu ‘Ustaimin rahimahullah. Terbitan : Mu-assasah Syaikh Ibnu ‘ Ustaimin. Cetakan ke 2, th 1434 H.
4.        Kota Nabi shallallahu’alaihi wa sallam, 3 Rabiul Awwal 1437 H

[9] Al-Qur’an Surat Al-Muzzammil Ayat 1-2
[10] Muhammad Shohib, Shaamil Qur’an dan terjemahnya, Departemen Agama RI. 2007
[11] Majlis Ta’lim Ushul Fiqh Hukum Syara’. Dr.H. Sutrisno RS.M.HI. 2017.
[12] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar, (Surabaya: CV Bina Iman), 2007, hlm 188
[13] Drs. Mahmud Zaini, Terjemah Matan Ghoya Wat Taqrib Kitab Abi Syuja’ Ahmad Al-Ashfahani, (Jakarta: Pustaka Amani) 2001, hlm 18
[14] Ibid 13
[15] Ibid 13 hlm 18-19
[16] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar, (Surabaya: CV Bina Iman), 2007, hlm 184
[17] Ibid 13 hlm 19
[18] Abu Hazim Mubarok, Terjemah Fathul Qorib, (Jawa Barat: Mukjizat) 2012, hlm 118-124
[19] Ibid 16 hlm 186
[20] Hariyanto, Ponpes Annuqayah Latee, Syarat-Syarat Kecakapan Inadah Amaliah, (Madura: A Latee Printing) 2010, hlm 31-32
[21] Al-Qur’an surat Al-Kauthsar ayat 2
[22] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar, (Surabaya: CV Bina Iman), 2007, hlm 341-342
[23] Ibid 20, hlm 348
[24] Ibid 20, hlm 352
[25] Hariyanto, Ponpes Annuqayah Latee, Syarat-Syarat Kecakapan Inadah Amaliah, (Madura: A Latee Printing) 2010, hlm 42
[26] Ibid 23, hlm 129
[27] Ibid 23, hlm 129-130
[28] Drs. Moh. Rifa’i. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang), 2014, hlm 38-47
[29] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar  , (Surabaya: CV Bina Iman), 2007, hlm 180

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah tarikh tasyri' (Fenomena Tasyri’ Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in)

Makalah Hukum Tata Usaha Negara

makalah bahasa arab