makalah fiqh ibadah (sholat)
SHOLAT
{Pengertian, Sejarah Persyariatan, Macam &
Waktu, Filosofi & Hikmah serta Kaifiah Sholat}
OLEH :
1.
Maulida Maulaya Hubbah S20163040
2.
Jessica Eraviana
S20163002
3.
Muhammad Yatim S20163016
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
SEPTEMBER 2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.
Jika kita berbicara mengenai Fiqh, dipastikan segala hal
yang merupakan hasil pemikiran para mujtahid berupa hukum praktis sehingga
dapat diketahui bagaimana cara memahami Syariah tercakup didalamnya. Disinilah
kemudian timbul beberapa bidang dengan pengklasifikasian yang sesuai menurut
ciri dan bentuknya.
Salah satunya ialah Fiqh Ibadah. Dalam muatan fiqh ibadah
terdapat beberapa pembahasan yang tendensinya berupa ketaatan, kepatuhan serta
bentuk khimad pada Sang Pencipta, satu diantaranya ialah Sholat. Berdasarkan
hal tersebut, penulis berinisiatif untuk mengkajinya secara sederhana.
Kemudian kami sampaikan Terima kasih yang begitu sangat
kepada Ibu Rina Suryanti, S.H.I.,M.Sy sebagai
dosen pembimbing mata kuliah Fiqh Ibadah
Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Jember yang telah membimbing dan
mengajari penulis hingga saat ini.
Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat, Akhir kata,
kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir.
Wassalamualaikum
wr.wb
....
22
- September - 2017
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL............................................................................................. 1
KATA PENGANTAR.......................................................................................... 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................... 3
BAB 1.
PENDAHULUAN.................................................................................... 4
1.1
Latar Belakang..................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah............................................................................... 4
BAB 2. PEMBAHASAN....................................................................................... 5
2.1
Pengertian
Sholat.......................................................................... ....... 5
2.2 Sejarah Persyariatan Sholat........................................................ ....... 6
2.3 Macam-Macam & Waktu Sholat............................................... 10
2.5 Kaifiah Sholat.............................................................................. 15
2.6 Hikmah & Filosofi Sholat........................................................... 17
BAB 3. PENUTUP.............................................................................................. 21
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sholat merupakan salah satu bentuk ibadah praktis
yang disyariatkan kepada umat muslim khususnya. Terdapat banyak sekali
permasalahan yang pelik dan rumit yang slalu ditemui dalam praktiknya sehingga
sholat dapat dilaksanakan secara prima serta sempurna.
Mengetahui
shalat merupakan amal yang di hisap paling pertama di alam kubur dan merupakan
amal yang paling penting, karena sanggat pentingnya sholat orang sakit pun
harus tetap melakukan sholat dalam keadaan apapun, tak mampu berdiri, duduklah,
tak mampu duduk, berbaringlah tak mampu berbaring cukup dengan kedipan mata,
tak mampu pula bahkan sampai hanya hati yang mengetahui perbuatan sholat yang
dilakukan, apalagi hanya dengan alasan sibuk sholat tetap harus dilaksanakan.
Betapa sangat pentingnya shalat dalam kehidupan di dunia dan di akhera. Selain
itu shalat juga sebagai tiang agama yang dapat membentuk karakter akhlak kita
untuk lebih baik lagi dan tidak mudah terjerumus dalam lubang muslihat ataupun
menuju jalan yang haram.
Metode atau tata cara, baik dari bagaimana memahami
maksud sholat, kemudian bagaimana sholat disyariatkan, kapan harus
dilaksanakannya sholat, serta kaifiah, hikmah dan filosofi sholat perlu kiranya
diketahui agar semakin khidmadlah ibadah sholat kita.
Untuk
itulah penulis tertarik untuk membahas seulas mengenai Sholat yang akan kami bahas
berikutnya.
1.2.
Rumusan Masalah.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas maka permasalahan yang
dirumuskan dalam permasalahan ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian Sholat?
2.
Bagaimana sejarah persyariatan sholat?
3.
Apa saja macam-macam sholat dan kapan waktu-waktu sholat?
4.
Bagaimana kaifiah dalam sholat?
5.
Apa saja hikmah dan filosofi sholat?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN SHOLAT
Sholat menurut bahasa berarti
doa, berdasarkan firman allah SWT. وصل عليهم” (At-Taubah:104) yang artinya berdoalah kamu
untuk orang-orang yang beriman.[1] Sedang menurut (tinjauan) Syara’ ialah beberapa
perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan
ucapan salam, dengan memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan.[2] Dan telah diwajibkan kepada manusia untuk beribadah
kepada Allah Swt (QS.2:21).[3] Dalam konteks tersebut merupakan kewajiban dalam
melaksanakan sholat fardlu 5waktu sebanyak 17 rokaat.
Dalam sebagian redaksi kitab
lain, menggunakan kata-kata: Sholat-sholat yang difardlukan ada lima.
Masing-masing dari lima tersebut harus dikerjakan pada awal waktu (tepat masuk
waktu dimulainya sholat) yang mana keharusan mengerjakannya eluasa hingga
sampai pada batas sisa waktu yang masih ada/cukup. (sekira muat untuk
mengerjakan sholat. Maka, sewaktu dalam keadan demikian, mwnjadi sempitlah
waktu keharusan mengerjakannya.[4]
Penjelasan diatas menunjukkan
bahwa hukum sholat (5waktu) termaksud dalam Wajib
Muwassa yaitu kewajiban yang waktu untuk melakukan kewajiban itu melebihi
waktu pelaksanaan kewajiban itu sendiri.[5] Apabila telah diakhir waktu dan cukup hanya bisa
untuk melaksanakan rukun-rukunnya saja
maka akan berubah menjadi Wajib Mudhayyaq
yang mana pelaksanaan kewajiban sama waktunya dengan waktu yang disediakan
untuk melaksanakan wajib tersebut[6], harus dilaksanakan saat itu juga.
2.2. SEJARAH PERSYARIATAN SHOLAT
Mengenai persyariatan sholat, Allah telah
mensyariatkannya jauh sebelum Nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk sholat,
bahkan tercatat dalam sejarah bahwa umat terdahulu juga mengerjakan shalat,
sebagai bukti dalam ajaran agama Ariyah dan Samiyah mewajibkan semua orang
mengerjakan shalat dalam waktu-waktu yang telah ditentukan.
Begitu pula dengan agama Majusi, dalam ajaran mereka
mewajibkan bagi semua orang yang telah menginjak masa baligh untuk mengerjakan
shalat tiga kali dalam sehari semalam, yang pertama shalat Subuh, kedua shalat
Asar, dan ketiga shalat Isya. Dalam agama Majusi ini
pun terdapat shalat sunnah seperti shalat saat menaiki kendaraan dan turun dari
kendaraan. Tak hanya itu, Yahudi juga
mengerjakan shalat pada hari Sabtu sedangkan orang-orang Nashrani mengerjakan
pada hari Minggu. Ini sama halnya dengan orang Islam yang mengerjakan shalat
pada hari Jumat.[7]
Namun apakah sama sholat yang mereka laksanakan dengan
yang nabi kerjakan, apakah sama nama sholat mereka dengan yang saat ini kita
ketahui, hal tersebut merupakan persoalan yang membutuhkan pembahasan lebih
rinci, karena pada dasarnya sejarah pensyariatan sholat mulai dari sebelum
datannya islam, sholat pada zaman jahiliyah dan penyembah berhala sebagaimana
yang dijelaskan dalam surat Al-Anfal ayat
35:
(وَمَا كَانَ صَلاتُهُمْ عِنْدَ الْبَيْتِ إِلَّا مُكَاءً وَتَصْدِيَةً)
“Dan
shalat mereka di sekitar Baitullah itu, tidak lain hanyalah siulan dan tepuk
tangan.”,
Sampai pada pra dan pasca isra’ mi’raj hingga disyariatkannya sholat 5 waktu. Fokus kepada
sejarah pensyariatan sholat pada nabi Muhammad.
Ibadah sholat lima waktu diwajibkan pada umat ini saat Nabi
shallallahualaihi wa sallam masih tinggal di Makkah, sebelum hijrah ke Madinah
dilakukan. Tepatnya saat malam isra miraj. Satu
setengah tahun sebelum hijrah. Sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir
rahimahullah:
Pada
malam isra miraj, tepatnya satu setengah tahun sebelum hijrah, Allah
mewajibkan sholat lima waktu kepada Rasulullah shallallahualaihi wasallam. Kemudian
secara berangsur, Allah terangkan syarat-syaratnya, rukun-rukunnya, serta
hal-hal yang berkaitan dengan sholat
Sebagian
ulama lain menerangkan tiga tahun sebelum hijrah. Ada juga yang menerangkan
lima tahun sebelumnya. Intinya, dalam penetuan waktu terjadi isra miraj,
terjadi silang pendapat yang panjang di kalangan ulama. Sampai As Suyuti
rahimahullah menerangkan, ada 15 pendapat ulama dalam hal ini.
Pada awalnya, Allah memerintahkan lima puluh kali
sholat dalam sehari semalam. Nabi menerima perintah tersebut dengan ridho dan
legowo. Sampailah ketika beliau melewati langit keenam, beliau bertemu dengan
Nabi Musa as. Musa bertanya kepada
Nabi shallallahualaihi wa sallam, Apa yang Allah perintahkan padamu?
Aku
diperintahkan untuk melaksanakan lima puluh kali sholat salam sehari semalam
Jawab Nabi.
Umatmu
tak kan mampu, kata Nabi Musa, melakukan lima puluh kali sholat setiap hari.
Karena saya telah mencobanya pada umat sebelum umatmu. Dan aku telah membina
Bani Israil dengan susah payah. Kembalilah kepada Tuhanmu. Mintalah keringanan
untuk umatmu.
Akupun
kembali meminta kepada Rabb-ku. Lantas Allah menguranginya sepuluh sholat
(sehingga sisa 40 sholat). Lalu aku bertemu Musa kembali. Namun beliau
menyarankan seperti yang beliau sarankan sebelumnya, terang Nabi shallallahualaihi
wa sallam.
Begitu terus kejadiannya. Sampai Allah memberi keringanan
cukup melakukan lima kali sholat dalam sehari semalam. Namun Nabi Musa tetap
menyarankan beliau untuk minta keringanan, seperti saran beliau pertama.
Hanya saja Nabi malu untuk meminta keringanan
kembali kepada Allah. Sebagaimana
sabdanya:
سَأَلْتُ رَبِّي حَتَّى اسْتَحْيَيْتُ وَلَكِنِّي أَرْضَى وَأُسَلِّمُ قَالَ فَلَمَّا جَاوَزْتُ نَادَى مُنَادٍ أَمْضَيْتُ فَرِيضَتِي وَخَفَّفْتُ عَنْ عِبَادِي
“Aku
telah berulang kali memohon keringanan kepada Rabb-ku, sampai aku merasa malu.
Tetapi aku ridho dan menerima perintah tersebut.
Beliau shallallahualaihi wa sallam melanjutkan, Setelah aku melewati
Musa, terdengarlah suara seruan : Telah Kusampaikan kewajiban (kalian) atasKu,
dan Aku berikan keringanan untuk hamba-hambaKu
Waktu awal-awal sholat diwajibkan, seluruh sholat
hanya berjumlah dua rakaat. Kecuali sholat maghrib, jumlahnya tiga rakaat.
Baru setelah beliau hijrah ke kota Madinah, ada penambahan rakaat menjadi
empat rakaat (yakni Dhuhur, Ashar, Isya yang tadinya 2 raka’at menjadi 4
raka’at). Kecuali maghrib (tetap 3 raka’at) dan subuh (tetap dua raka’at).
Sebagaimana
diterangkan oleh Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha, yang termaktub dalam Shahih
Bukhori, beliau menceritakan:
فُرِضَتْ الصَّلَاةُ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ هَاجَرَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَفُرِضَتْ أَرْبَعًا وَتُرِكَتْ صَلَاةُ السَّفَرِ عَلَى الْأُولَى
“Pada
awalnya, shalat itu diwajibkan dua rakaat. Kemudian setelah nabi hijrah, shalat
diwajibkan menjadi empat rakaat. Hanya saja ketentuan sholat untuk orang yang
safar, seperti ketentuan sholat sebelumnya (yakni 2 rakaat untuk sholat yang 4
raka’at)”
Dalam riwayat
Imam Ahmad ditambahkan:
إلا المغرب لأنها وتر، وأصبح لأنه يطول فيها القرائة
“Kecuali shalat
maghrib (maka tetap 3 rakaat), karena ia sebagai witir. Dan subuh (2 rakaat)
karena bacaan sholat subuh (diperintahkan) untuk dipanjangkan”.[8]
Sebelum peristiwa Isra Miraj, sebagian Ulama
menerangkan, aka da kewajiban sholat kala itu kecuali sholat malam. Tanpa ada
batasan tertentu. Berdasarkan sudut
padang historis sholat merupakan perintah Alah SWT. Yang disyariatkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta pengikutnya, hal ini berdasarkan Asbabul Nuzul Surat
Al Muzzammil ayat 1-9 yang beberapa lama kemudian turunlah ayat berikutnya
(ayat 20) untuk melaksanakan sholat malam. 2قليلا الا اليل قم 1المزمل يايها dan seterusnya yang artinya “wahai orang
yang berselimut (Muhammad)!* bangunlah (untuk sholat) pada malam hari kecuali
sebagian kecil ....”[9]
Hingga turun ayat terakhir yang artinya: Sesungguhnya
Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga
malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan
dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan
siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan
batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu)
dari Alquran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang
sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia
Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah
apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah
zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa
saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di
sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.
Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.[10]
Dengan turunnya
ayat ini, hukum Salat Malam menjadi sunah. Ibnu Abbas, Ikrimah, Mujahid,
al-Hasan, Qatadah, dan ulama salaf lainnya berkata mengenai ayat 20 ini,
Sesungguhnya ayat ini menghapus kewajiban Salat Malam yang mula-mula Allah
wajibkan bagi umat Islam, begitupun dalam majlis talim Ushul Fiqh yang
mengatakan: pada dasarnya setiap perintah menunjukkan IJAB الاصل في الامر للوجب” tetapi pada kenyataannya tidak semua
perintah itu wajib apabila terdapat dalil lain yang tidak mewajibkannya.
Seperti perintah melakukan sholat tahajjud dikarenakan terdapat ayat yang me-mansuh-kan boleh tidak melakukan maka
menjadi turunlah tingkatan ijab terebut.[11]
Sebelum shalat lima waktu yang wajib disyariatkan,
sesungguhnya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para shahabat sudah
melakukan ibadah shalat. Hanya saja ibadah shalat itu belum seperti shalat 5
waktu yang disyariatkan sekarang ini.
Barulah pada malam mi`raj disyariatkan shalat 5 kali
dalam sehari semalam yang asalnya 50 kali. Persitiwa ini dicatat dalam sejarah
terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke-5 sebelum peristiwa hijrah nabi ke
Madinah. Sebagaimana tertulis dalam hadits nabawi berikut ini :
فُرِضَتِ الصَّلاَةُ عَلىَ النَّبِيِّ rلَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ خَمْسِيْنَ ، ثُمَّ نُقِصَتْ حَتَّى جُعِلَتْ خَمْسًا ثُمَّ نُوْدِيَ يَا مُحَمَّدُ : إِنَّهُ لاَ يُبْدَلُ القَوْلُ لَدَيَّ وَإِنَّ لَكَ بِهَذِهِ الْخْمْسِ خَمْسِيْنَ رواه أحمد والنسائي والترمذي وصححه
Dari
Anas bin Malik ra. “Telah difardhukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
shalat pada malam beliau diisra`kan 50 shalat. Kemudian dikurangi hingga
tinggal 5 shalat saja. Lalu diserukan ,”Wahai Muhammad, perkataan itu tidak
akan tergantikan. Dan dengan lima shalat ini sama bagi mu dengan 50 kali
shalat.(HR. Ahmad, An-Nasai dan dishahihkan oleh At-Tirmizy)
Sebagian dari mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa shalat
disyariatkan pada malam miraj, namun bukan 5 tahun sebelum hijrah, melainkan
pada tanggal 17 Ramadhan 1,5 tahun sebelum hijrah nabi.
2.3. MACAM-MACAM SHOLAT DAN WAKTU PELAKSANAANNYA
2.3.1 Sholat Fardhu
Sholat fardhu ialah sholat yang diwajibkan untuk mengerjakannya, sholat
fardu dibagi menjadi dua, yaitu sholat
fardhu ain dan sholat fardhu kifayah.
2.3.1.1 Sholat Fardhu Ain
A.
Sholat 5 waktu ialah sholat wajib
merupakan sholat yang disyariatkan oleh Allah pelaksanaannya untuk semua mukallaf
yang pada dirinya terkumpul sifat-sifat islam, baligh, brakal, suci dari haid
dan nifas, maka tidak ragu lagi orang tersebut wajib melakkan sholat.[12] Dan akan mendapat sanksi kelak diakherat jika
meninggalkannya. Berikut merupakan sholat yang diwajibkan:
1. Sholat Dhuhur yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat)
rakaat dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Disebut sholat dhuhur sebab
sholat itu tampak terang (dikerjakan) pada tengah-tengah siang hari.
Waktu pelaksanaan sholat dhuhur mulai setelah lewat
rembang matahari (setelah matahari tergelincir ke arah barat). Dan akhir
waktunya adalah ketika bayang-baang sebuah benda telah sama panjangnya dengan
benda itu, sesudah matahari lewat rembang.[13]
2. Sholat Ashar yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat)
rakaat dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Disebut sholat ashar sebab
ia menyonsong datang waktu terbenamnya matahari.
Waktu sholat asar dimulai setelah bayang-bayang
sebuah benda yang sama dengan benda aslinya tadi bertambah panjang. Dan akhir
waktunya menurut waktu ikhtisar (waktu yang menjadi pilihan untuk
mengerjakan salat sebelum masuk pada bagian waktu sebelumnya) adalah sampai
bayangan sebuah benda menjadi dua kali panjang benda tersebut. Sedangkan
menurut waktu jawaz (waktu dimana masih boleh untuk mengerjakan sholat)
adalah sampai terbenamnya matahari.[14]
3. Sholat Maghrib yaitu sholat yang dikerjakan 3 (tiga)
rakaat dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Disebut sholat magrib sebab
dikerjakannya sholat magrib itu sewaktu matahari terbenam.
Waktu sholat magrib ialah satu setelah terbenamnya
matahari ditambah sekedar waktu orang berazan, berwudhu, menutup aurat,
beriqomat untuk sholat, dan sholat 5 rakaat (3 rakaat sholat magrib dan 2 rakat
sholat sunnah sesudahnya).[15]
Dalam qaul qodim Riwayat Muslim berdasarkan sabda nabi saw:
ووقت المغرب
اذا غابت الشمس ما لم يسقط الشفق
“waktu magrib ialah ketika matahari terbenam selama
mega merah belum lenyap”[16]
4. Sholat Isya’ yaitu sholat yang dikerjakan 4 (empat)
raka’at dengan dua kali tasyahud dan satu kali salam. Disebut sholat Isya’.
Kata isya dikasrah huruf ainnya adalah sebuah nama bagi permulaan
(munculnya) gelap malam, sedang sholat tadi disebut isya karena dikerjakan
sewaktu malam sedang gelap.
Permulaan waktu isya adalah hilangnya mega mrah dan
akhir waktunya menurut waktu ikhtisar adalah sampai sepertiga malam,
sedangkan menurut waktu jawaz adalah sampai terbitnya fajar kedua.[17]
5. Sholat Subuh yaitu sholat yang dikerjakan 2 (dua)
rakaat dengan satu kali salam. Disebut subuh menurut bahasa mempunya
arti permulaan siang hari dan disebut subuh karena dikerjakan sewaktu tiba
permulaan siang hari.[18]
Permulaan waktunya ialah munculnya fajar. Fajar ini
disebut fajar shadiq yaitu fajar yang terangnya menyebar dan melintang
di ufuk timur atau disebut juga fajar kedua, adapun fajar pertama atau fajar
kadzib tidak merupakan permulaan masuknya waktu subuh, yaitu ketika fajar
berwarna abu-abu, bentuknya memanjang keatas. Disebut kadzib karena ia
bersinar kemudia menghitam lagi. Dan akhir waktunya di dalam waktu ikhtiar, hingga
remang-ramang pagi. Dan akhir waktunya di dalam waktu jawaz hingga
munculnya matahari.[19]
B. Sholat jumat Ialah sholat yang dilakukan pada waktu duhur hari jumat sebagai
pengganti dari sholat duhur. Sholat jumat dikerjakan dua rakaat yang didahului
dengan dua khutbah. Hukumnya fardu ain bagi memreka yang telah memenuhi syarat.
a.
Syarat sahnya sholat jumat: dilaksanakan di darul iqomah (wilayah
yang telah dijadikan tempat tinggal), dikerjakan pada waktu duhur, dilaksanakan
secara berjamaah dan mencapai 40 orang jamaah dari ahlul jumah, didahului
denan dua khutbah.
b.
Syarat wajib sholat jumat: islam, baligh, berakal sehat, merdeka, laki-laki,
tidak ada udzur, istithan (bertempat tinggal) atau bermukim.[20]
2.3.1.2
Sholat Fardhu Kifayah
ialah kewajiban yang diwajibkan kepada mukallaf tidak
langsung berkaitan dengan dirinya. Kewajiban itu menjadi sunnah setelah ada
sebagian orang yang mengerjakannya. Akan tetapi bila tidak ada orang yang
mengerjakannya maka kita wajib mengerjakannya dan menjadi berdosa bila tidak
dikerjakan. Seperti salat jenazah.
2.3.2
Sholat Sunnah (Sholat Nafilah)
Sholat Nafilah
adalah salat-salat yang dianjurkan atau disunnahkan akan tetapi tidak
diwajibkan yang artinya apabila meninggalkan tidak akan dikenai sanksi namun
melaksanakannya sangat dianjurkan. Salat nafilah terbagi lagi menjadi dua,
yaitu Nafil Muakkad yaitu sholat sunah
yang dianjurkan dengan penekanan yang kuat (hampir mendekati wajib) dan Nafil Ghoiru Muakkad yaitu salat sunah yang dianjurkan tanpa penekanan yang kuat, seperti salat sunah
Rawatib dan salat sunah yang sifatnya insidentil seperti sholat gerhana.
A.
Sholat dua Hari Raya (Idul
Fitri & Idul Adha). Sholat dua hari raya adalah sunnat muakkadah.
Sholat dengan dua rakaat, rakaat pertama membacatakbir tujuh kali selain
takbiratul-ihram, dan pada rakaat kedua membaca takbir lima kali selain takbir
berdiri. Setelah sholat diadakan khutbah dua kali. Sholat hari raya itu
diperintahkan oleh agama dengan dalil al-quran, as.sunnah dan ijma ummat.
Allah berfirman:
فصل
لربك وانحر yang
artinya “Sholatlah kamu hai muhammad dan sembelihlah qurban”[21]
yang dimaksud dengan sholat dalam ayat ini adalah sholat hari raya qurban.
Diberitakan bahwa nabi Muhammad pertama kali
melakukan sholat hari raya adalah sholat hari raya fitri di tahun kedua Hijrah
pada tahun itu pula difardhukan zakat fitrah.[22]
B.
Sholat dua gerhana (gerhana
matahari & gerhana bulan). Sholat ini dianjurkan berdasarkan sabda nabi
Muhammad saw yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim sesungguhnya
matahari dan rembulan itu tidak gerhana karena matinya seseorang, dan tidak
pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kamu sekalian melihat gerhana,
sholatlah dan berdoalah kepada Allah Taala.[23]
C.
Sholat minta hujan (Sholat
Istisqa). Istisqa artinya memohon curahan air (siraman/hujan) dari Allah
tatkala membutuhkannya.sholat ini diperintahkan pada para muslimin bertaubat
dan bersedekah serta keluar dari kezaliman, mengajak damai para musuh dan
berpuasa tiga hari, kemudian pada hari keempat mengajak para muslimin untuk
keluar degan pakaian yang buruk (tanda merendahkan diri) berkeadaan seperti
orang miskin, dan mendekatkan kepada Allah, dan sholat dua rakaat bersama-sama
kaum muslimin sebagaimana sholat hari raya.[24]
D.
Sholat sunnah Rawatib. Ialah
sholat yang dianjurkan untuk dilaksanakan yang pelaksanaannya mengikuti sholat
fardhu, yaitu ada 17 rakaat:
a.
2 rakaat sebelum melakukan sholat subuh
b.
4 rakaat sebelum mengerjakan sholat
dhuhur
c.
2 rakaat sesuah melakukan sholat
duhur
d.
4 rakaat sebelum mengerjakan sholat
Asar
e.
2 rakaat sesudah melakukan sholat
magrib
f.
3 rakaat sesudah melakukan shalat
isya yang mana satu dari 3 rakaat tersebut dikerjakan sebagai sholat witir.
Adapun 1 rokaat sholat witir itu adalah paling sedikitnya rakaat sholat witir,
sedang paing banyak adalah 11 rakaat.
Sholat witir
di bulan Ramadhan sunnah dikerjakan berjamaah baik sebelum atau sesudah sholat
terawih. Sholat witir hanya boleh dikerjakan sekali saja berdasarkan Hadist
Riwayat Abu Dawud Waghoiruhu yang tertulis: tidak ada dua witir dalam satu
malam
E.
3 sholat sunnah yang ditekankan
selain sholat sunnah yang mengikuti pada sholat fardhu:
1.
Sholat pada (tengah) malam. Adapun
sholat sunnah mutlaq dilakukan pada waktu (tengah) malam itu lebih utama
daripada dilakukan disiang hari. Sedang sholat sunnah dilakukan ditengah malam
itu lebih utama, (baru) kemudian akhir malm itu lebih utama. Demikian ini
menurut pandangan orang yang membagi malam hari menjadi tiga waktu.
Sholat malam
(tahajjud) yang dimaksud bukan sholat yang dilakukan malam hari dengan niat
sholat tahajjud. Tapi yang dianggap sebagai sholat tahajjud adalah sholat baik
berupa sholat rawtib, sunnah mutlaq, fardhu yang di qada atau sholat nadzar
yang dilakukan setelah bangun tidur dan setelah selesai melaksanakan sholat
isya walaupun dalam bentuk jama taqdim.[25]
2.
Sholat Dhuha. Paling
sedikit dilaksanakan sebanyak 2 rakaat sedang paling banyak 12 rakaat. Adapun
waktu pelaksanaannya semenjak dari naiknya matahari hingga condongnya matahari
(kearah barat) sebagaimaan yang dkatakan oleh imam nawawi di dalam kitab Syarah Muhadzdzab.[26]
3.
Sholat Tarawih. Yaitu
sebanyak 20 rakaat, dengan 10 ucapan salam, dilakukan setiap malam dalam bulan
ramadhan. Sedang jumlah keseluruhan shalat terawih itu ada 5 kali istirahat.
Dan seseorang yang hendak melakukan sholat tarawih, ia harus niat pada
tiap-tiap 2 rakaat, (niat) sholat sunnah terawih, atau sholat sunnah bulan
ramadhan. Seandainya ada orang sholat terawih (dilakukan setiap) 4 rakaat,
dengan satu kali ucapan salam, maka hukumnya tidak sah. Adapun pelaksanaannya
antara sholat isya dan sholat fajar.[27]
2.4 KAIFIAH SHOLAT
Rasulullah SAW bersabda: «صَلّوا كما رأيتموني
أُصلي» متفق عليه “Shalatlah kamu
sebagaimana aku shalat.” (Hadits Muttafaq alaih).
Dan berikut runtutan amaliyah
shalat dari pertama sampai terakhir, dengan disertai statusnya (fardhu) atau
(sunnah) yang sesuai, setelah yakin waktu shalat sudah masuk, telah bersuci,
menutup aurat, menghadap kiblat, kemudian melakukan hal-hal berikut ini:
1. Niat shalat yang hendak
ditunaikan (fardhu). Niat sholat ialah didalam hati.
2. Mengangkat kedua tangan
sehingga ibu jari setinggi telinga atau bahu, telapak tangan menghadap kiblat
(sunnah) kemudian bertakbiratul ihram, yang lafadlnya ALLAHU AKBAR (fardhu).
3. Masih berdiri (fardhu) tegak
menghadap kiblat dan arah wajahnya ke arah sujud, (apabila tidak mampu maka
diperbolehkan untuk duduk, tidak mampu pula berbaring, tidak mampu lagi dengan
kedipan mata sampai hanya suara hati) meletakkan tangan kanan di atas tangan
kiri di atas pusar, membuka kedua kakinya kira-kira empat jari (sunnah).
4. Membaca doa iftitah, dengan
salah satu lafazh yang ada (sunnah).
5. Membaca istiadzah dengan
sirriyah (suara pelan), mengeraskan atau membaca pelan basmalah sebelum Al
Fatihah di setiap rakaat. (sunnah).
6. Membaca surah Al Fatihah
setiap rakaat shalat fardhu atau shalat sunnah (fardhu) jika sebagai imam atau
shalat sendirian. Sedang jika sebagai makmum, maka membaca Al Fatihah ketika
imam membacanya sirriyah (pelan) dan mendengarkan bacaan imam ketika membacanya
jahriyah.
7. Membaca satu surah atau ayat
dari Al Quran setelah membaca Al Fatihah pada dua rakaat pertama setiap shalat
(sunnah).
8. Bertakbir (sunnah) lalu ruku
(fardhu) dengan mengangkat kedua tangan (sunnah) bertasbih (sunnah) thumaninah
ketika ruku (fardhu). Bangun ruku dan berdiri tegak (fardhu) dan membaca : (سَمع الله لمن حَمِده، رَبَّنا ولَك الحمد)
dengan mengangkat kedua tangan (sunnah).
9. Bertakbir (sunnah) turun untuk
bersujud (fardhu) dengan memperhatikan sunnah cara bersujud, memperbanyak
(menigakalikan bacaan) dzikir (sunnah).
10. Bertakbir (sunnah) mengangkat
kepala dan duduk (fardhu) dengan memperhatikan sunnah, lalu bertakbir (sunnah)
dan sujud lagi (fardhu), bertakbir (sunnah) dan bangun dari sujud dengan
mengangkat kedua tangan sebelum kedua kaki (sunnah) untuk meneruskan rakaat
kedua.
11. Pada rakaat kedua melakukan
apa yang sudah di lakukan pada rakaat pertama, sesudah itu duduk untuk
tasyahhud awal, dan bershalawat atas Nabi Muhammad SAW (sunnah).
12. Pada rakaat ketiga dan
keempat, cukup dengan membaca surah Al Fatihah dengan sirriyah, meskipun dalam
shalat jahriyah. Kemudian duduk tasyahhud akhir (fardhu) bershalawat atas
Rasulullah SAW (sunnah), berdoa sebelum salam dengan doa matsur yang disukai.
13. Salam ke sisi kanan dengan
menengok ke arah kanan (fardhu) lalu ke kiri dengan menengok ke arah kiri
(sunnah).[28]
2.5 HIKMAH DAN FILOSOFI SHOLAT
Latar belakang
di syariatkannya shalat di satu sisi sebagai pembuktian ketundukan dan
penghambaan diri terhadap Allah dan di sisi lain sebagai bentuk syukur terhadap
nikmat dari Yang Maha Besar. Diantaranya adalah, ni’mat penciptaan makhluk.
Allah telah menjadikan manusia dengan bentuk yang paling sempurna, hingga tak
seorang pun berharap di ciptakan dengan selain bentuk ini. Allah Berfirman
dalam surat At.Tin ayat 4:
لقد خلقنا
الانسان في احسن تقويم
yang artinya: Sungguh kami telah ciptakan
manusia dalam bentuk yang terbaik.
Begitu pula
nikmat sehat, karena dengan kesehatan anggota badan, seseorang mampu berbuat
banyak kebajikan. Termasuk di dalammya nikmat pemberian sendi-sendi yang
elastis dalam anatomi tubuh yang sempurna sehingga dapat di fungsikan dalam
kondisi apapun. Allah kemudian memerintahkan kita untuk menggunakan nikmat-nikmat
itu dalam kepatuhan. Dalam shalat, kita padukan anggota badan, lisan, hati
serta jiwa untuk berlutut dan memuja kepadaNya. Agar semua anggota dapat
mensyukuri nikmat yang ada.
Diantara hikmah yang terkandung
dalam shalat adalah:
1. Disiplin waktu. Orang yang shalat tepat pada
waktunya dapat di di lihat dari sikapnya yang efektif menggunakan waktu. Ia
tidak membiarkan nikmat yang mahal harganya ini berlalu sia-sia.
2. Kebersihan. Shalat tidak sah bila tanpa bersuci.
Hikmahnya, orang yang shalatnya khusyu akan cinta dengan hidup yang bersih.
Akan selalu berpikir bagaimana lahir batinnya bisa selalu bersih.
3. Niat dalam sholat
adalah rukun shalat. Seorang yang khusyu shalatnya akan selalu menjaga
niat dalam setiap perbuatannya. Ia tidak mau bertindak sebelum yakin niatnya
lurus karena Allah.
4. keteraturan atau tertib Shalat juga memiliki rukun
yang tertib urutannya. Shalat mengajarkan agar mukmin senantiasa tertib,
teratur dan prosedural dalam hidupnya.
5. Shalat juga melatih untuk tawadhu. Ketika sujud,
kepala dan kaki sama derajatnya, bahkan dalam shalat setiap orang sama
derjatnya. Ini bermakna dalam hidup kita harus tawadhu. Sebab kemuliaan yang
hakiki hanya pantas di miliki Allah SWT.
6. Hikmah lain di balik sejumlah kewajiban shalat sehari
semalam adalan agar selalu berlangsung hubungan munajah antara hamba dan
Tuhannya dalam ketaatan yang continue, sehingga dia selalu sadar berada
dalam pengawasanNya dan selalu takut kepadaNya. Bila seorang hamba menghadap
Tuhan nya sehari 5 kali, selalu sadar bahwa Allah mendeteksi semua rahasia dan
mengetahui bahwa Allah akan menghitung semua amal, baik yang kecil maupun yang
besar. Maka jelas hal itu mengantarkan si hamba untuk melaksanakan hak agama,
takut kepada Allah dan berharap meraih pahala. Sehingga bila terjebak dalam
dosa, ia cepat-cepat bertaubat.
7. membina rasa persatuan dan persaudaraan sesama
muslimin. Umat Islam di seluruh dunia menghadap Kiblat yang sama, yaitu Kabah.
Hal ini akan membawa dampak psikologis yaitu persatuan, kesatuan dan
kebersamaan ummat. Contoh lain, adalah pada shalat berjamaah. Setiap makmum
mempunyai kewajiban mengikuti gerakan imam, sedangkan apabila imam melakukan
kesalah maka makmum mengingatkan. Sehingga akan timbul diantara jamaah rasa
kebersamaan, persatuan, persaudaraan dan kepemimpinan.
Adapun filosofi dari gerakan sholat memiliki hikmah dalam kesehatan
diantaranya:
a. TAKBIRATUL IHRAM.
·
Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu
melipatnya di depan perut atau dada bagian bawah
·
Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan
kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir
lancar ke s! Eluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang
sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan
didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari
berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.
b. RUKUK.
·
Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga
bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi
kepala lurus dengan tulang belakang.
·
Manfaat: Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang
belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi
jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian
tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot otot bahu
hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan
prostat.
c. ITIDAL
·
Postur: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua
tangan setinggi telinga.
·
Manfaat: Itidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud.
Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik.
Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran
secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.
d. SUJUD
·
Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki,
dan dahi pada lantai.
·
Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi
jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisamengalir maksimal ke
otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan
sujud dengan tumaninah, jangan tergesa gesa agar darah mencukupi
kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi
wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan
kesehatan organ kewanitaan.
e. DUDUK
·
Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy ( tahiyyat awal ) dan
tawarruk ( tahiyyat akhir ). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
·
Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung
dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal
paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk
sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih ( urethra ),
kelenjar kelamin pria ( prostata ) dan saluran vas deferens. Jika dilakukan.
Dengan benar, postur irfi mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada
iftirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan
kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga.
Kelenturan dan kekuatan organ organ gerak kita.
f. SALAM
·
Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.
·
Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran
darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan
kulit wajah. BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi
mempercantik diri wanita luar dan dalam.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari paparan penulis secara singkat diatas,
kiranya penulis menyimpulkan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang
termaktub diatas :
1. Sholat menurut bahasa berarti do’a, berdasarkan firman
allah SWT. “ وصل عليهم” (At-Taubah:104) yang artinya berdoalah kamu
untuk orang-orang yang beriman.[29] Sedang menurut (tinjauan) Syara ialah beberapa
perbuatan dan ucapan yang diawali dengan takbiratul ihram dan diakhiri dengan
ucapan salam, dengan memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan.
2. persyariatan sholat
telah ada jauh sebelum disyariatkan kepada nabi muhammad, namun dalam
pengertian, tata cara, bahkan tujuan yang berbeda. Disyariatkannya sholat 5
waktu tidak jauh dari peristiwa isra miraj.
3. macam-macam sholat
menurut kategori hukum melaksanakan dibagi menjadi dua, yaitu sholat fardhu
yang dibagi menjadi dua lagi fardu ain dan fardu kifayah, serta sholat sunnah
yang dibagi menjadi dua lagi nafil muakkad dan nafil ghoiru muakkad.
4. sholat dimulai dari
niat, hingga salam secara tertib.
5. pelaksanaan sholat
memiliki banyak hikmah, diantaranya adalah dari sisi ketertiban, kedisiplinan,
kebersihan, menjadikan diri senangtiasa bersikap tawadhu, serta memiliki
manfaat dalam setiap gerakannya.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Anwar, Syarifudin & Mishbah Mufthafa. 2007.
Cetakan VII. Terjemah Kifayatul Akhyar Fii Ghayatil Ikhtishar. Surabaya:
CV. Bina Iman.
2. Zaini, Mahmud. 2001. Cetakan II. Terjemah Matnul
Ghayah Wat Taqrib. Jakarta: Pustaka Amani.
3. Abu Hazim Mubarok. 2012. Cetakan I. Terjemah
Fathul Qorib. Jawa Barat: Mukjizat.
4. Hariyanto. 2010. Cetakan X. Syarat-Syarat
Kecakapan Ibadah Amaliah. Madura: Ponpes Annuqayah A Latee Printing.
5. Drs. Moh. Rifai. 2014. Cetakan 66. Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang.
6. Dikutip dari tuisan Ahmad Anshori yang merujuk pada
literatur sebagai berikut:
a. Tafsir Ibnu Katsir, Cetakan Dar Thoyyibah, th 1420 H. Tahqiq: Sami bin Muhammad Salamah.
a. Tafsir Ibnu Katsir, Cetakan Dar Thoyyibah, th 1420 H. Tahqiq: Sami bin Muhammad Salamah.
b. Al ayah al Kubro fi Syarh Qissoh al Isra, karya Imam Suyuti.
Terbitan : Darul Hadis, Kairo.
c. Sifat as Sholah an Nabi, karya: Syaikh Ibnu Ustaimin rahimahullah.
Terbitan : Mu-assasah Syaikh Ibnu Ustaimin. Cetakan ke 2, th 1434 H.
d. Kota Nabi shallallahualaihi wa sallam, 3 Rabiul Awwal 1437 H.
7. Muhammad
Shohib. 2007. Shaamil Quran dan terjemahnya. Jakarta: Departemen Agama
RI.
8.. Diskusi Pembelajaran Oleh Dr.H. Sutrisno
RS.M.HI. Majlis Talim Ushul Fiqh Hukum Syara. 2017. Jember.
9. Syarifuddin, Amir. 2008. Cetakan III. Ushul
Fiqh. Jakata: Kencana.
10. http// www.Thariqat Sarkubiyah Fiqih Sejarah
Diwajibkan Shalat 5 Waktu.com Tim Sarku: 5 Mei 2016
11.
[1] Syarifuddin Anwar &
Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii Halli Ghayatil Iktishar Kitab
Imam Taqiyudin Abu Bakar , (Surabaya: CV
Bina Iman), 2007, hlm 180
[7] http//
www.Thariqat Sarkubiyah.Fiqih Sejarah Diwajibkan Shalat 5 Waktu.com Tim Sarku:
5 Mei 2016
1.
Tafsir Ibnu Katsir, Cetakan Dar Thoyyibah, th 1420 H.
Tahqiq: Sami bin Muhammad Salamah.
2.
Al ayah al Kubro fi Syarh Qissoh al Isra, karya Imam
Suyuti. Terbitan : Darul Hadis, Kairo.
3.
Sifat as Sholah an Nabi, karya: Syaikh Ibnu Ustaimin
rahimahullah. Terbitan : Mu-assasah Syaikh Ibnu Ustaimin. Cetakan ke 2, th
1434 H.
4.
Kota Nabi shallallahualaihi wa sallam, 3 Rabiul Awwal 1437
H
[12] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii
Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar, (Surabaya: CV Bina
Iman), 2007, hlm 188
[13] Drs. Mahmud Zaini, Terjemah Matan Ghoya Wat Taqrib Kitab Abi Syuja Ahmad
Al-Ashfahani, (Jakarta: Pustaka Amani) 2001, hlm 18
[16] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii
Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar, (Surabaya: CV Bina
Iman), 2007, hlm 184
[20] Hariyanto, Ponpes
Annuqayah Latee, Syarat-Syarat Kecakapan Inadah Amaliah, (Madura: A Latee
Printing) 2010, hlm 31-32
[22] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii
Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar, (Surabaya: CV Bina
Iman), 2007, hlm 341-342
[25] Hariyanto, Ponpes
Annuqayah Latee, Syarat-Syarat Kecakapan Inadah Amaliah, (Madura: A Latee
Printing) 2010, hlm 42
[28] Drs. Moh. Rifai. Risalah
Tuntunan Shalat Lengkap. (Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang), 2014, hlm
38-47
[29] Syarifuddin Anwar & Mishbah Musthafa, Terjemah Kifayatul Akhyar Fii
Halli Ghayatil Iktishar Kitab Imam Taqiyudin Abu Bakar , (Surabaya: CV Bina Iman), 2007, hlm 180
Komentar
Posting Komentar