Sistem Administrasi Pemerintah Daerah Analisis Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah {Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Situbondo}


OLEH:
MAULIDA MAULAYA HUBBAH

PRODI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Jika kita berbicara mengenai Welfare State, suatu negara selalu bercita-cita akan kesejahteraan, kedamaian, ketertiban, keadilan bahkan keamanan setiap warga negaranya. Tujuan negara tak lain hanyalah memberikan kepastian pada masyarakat akan kemaslahatan mereka.
dalam negara yang berideologi “kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan prwakilan” jelas Indonesia menganut pola representasi untuk mewakili lebih dari 260 juta jiwa menurut hasil sensus 2017 tahun lalu.[1] Hal ini, menggambarkan bahwa rakyat tidak mampu untuk mengendalikan secara sistematis pemerintahan guna mendapati kesejahteraannya, kendatipun tertanam dengan jelas istilah “DOU RAKYAT” (dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat).
Hakikatnya, untuk mewujudkan kedaulatan di tangan rakyat pada suatu negara yang menganut sistem demokrasi, tidak memungkinkan untuk seluruh rakyat ikut andil dalam parlemen atau senat (semacam lembaga legislatif).[2] Oleh karena itu, demokrasi terdiri dari dua konsep, Demokrasi Langsung dan Demokrasi Perwakilan. Dalam hal ini, teori Demokrasi Perwakilan terimplikasi dalam masyarakat.
Maka, untuk mencapai konsep Walfare State, pemerintah berupaya memberikan pelayanan publik agar masyarakat senantiasa merasakan kemudahan, maupun kenyamanan dalam keberlangsungannya sebagai warga negara Indonesia (WNI).
Oleh karena itulah, instansi pemerintah, harus dapat melaksanakan tugasnya secara profesional sebab telah mengemban amanah sebagai representasi rakyat. Untuk mengetahui hal tersebut, maka perlu adanya konsep “controlling” yang harus diterapkan. Sebagaimana prinsip demokrasi menjelaskan, bahwa perlu adanya pengawasan terhadap setiap kinerja pemerintah negara, sehingga meminimalisir atau bahkan menafikan adanya penyelewengan.
Berdasarkan hal diatas, penulis mencoba untuk melaraskan antara teori Walfare State yang disesuaikan oleh kaidah pelayanan publik yang baik, disertai menggunakan kajian AAUPB (Asas-Asas Umum Pemerintahan Baik),  dengan melihat secara empiris kinerja instansi suatu pemerintah, khususnya kinerja Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpor) Kabupaten Situbondo.
Dalam hal ini Disparbudpora mencoba mewujudkan visinya sebagai gambaran atas tugas pokok yang telah dicita-citakan untuk mewujudkan peningkatan potensi yang ada di Kabupaten Situbondo khususnya dalam bidang pariwisata, kebudayaan, pemuda dan olahraga. Adapun visi tersebut yakni, “Mewujudkan Dayasaing Wisata Melalui Seni Budaya dan Produktivitas Pemuda serta Pretasi Olahraga”
adapun disamping adanya visi, Disparbudpora menetapkan beberapa misi sebagai berikut:

  • Mewujudkan obyek-obyek wisata unggulan yang mampu berdaya saing.
  • Meningkatkan dan melestarikan budaya daerah.
  • Meningkatkan kepeloporan pemuda produktif.
  • Mengembangkan olahraga berbasis partisipasi masyarakat.
Misi tersebut disusun dengan mempertimbangkan adanya kebutuhan ataupun tuntutan yang menginginkan adanya Perangkat Daerah yang dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kondisi di Kabupaten Situbondo, adanya aparatur yang berdaya guna, dan terselenggaranya manajemen pemerintah yang baik.
Adapun implementasinya mengenai sistem perumusan, perencanaan, kebijakan, pembinaan, pemberian bimbingan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Bupati, apakah telah sesuai dengan keadaan dilapangan, selanjutnya penulis akan mengulas sedikit mengenai hal tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Teoritis Pelayanan Publik
hal yang paling mendasar dalam sebuah pelayanan publik adalah bagaimana penyelenggara pelayanan tersebut (aparat), mampu menyadari bahwa amanahnya sebagai pelayan masyarakat, serta bukan hanya sekedar tugas yang dibebankan, namun perlu dijiwai sebagai abdi negeri dengan penuh nasionalisme. Sehingga berbagai faktor dan indikator dalam menentukan kualitas pelayanan publik dapat terpenuhi, yang berdampak meningkatnya kualitas pelayanan publik tersebut.
Menurut UU No. 25 Tahun 2009 Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian aktifitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.[3]
Dalam kamus Bahasa Indonesia (1990), pelayanan publik dirumuskan sebagai berikut :

  • Pelayanan adalah perihal atau cara melayani.
  • Pelayanan adalah kemudahan yang diberikan sehubungan kebutuhan.
  • Publik berarti orang banyak (umum).
  • Pelayanan publik berarti pelayanan untuk memenuhi kebutuhan yang diberikan kepada banyak orang.

Pengertian lain berasal dari pendapat A.S. Moenir (1995:7) menyatakan bahwa:
 “Pelayanan umum adalah suatu usaha yang dilakukan kelompok atau seseorang atau birokrasi untuk memberikan bantuan kepada masyarakat dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu”.
Pelayanan merupakan kegiatan utama pada orang yang bergerak melayani kebutuhan, baik itu orang yang bersifat komersial ataupun yang bersifat non komersial. Namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan antara pelayanan yang dilakukan oleh orang yang bersifat komersial yang biasanya dikelola oleh pihak swasta, dengan pelayanan yang dilaksanakan oleh organisasi non komersial yang biasanya adalah pemerintah. Kegiatan pelayanan yang bersifat komersial melaksanakan kegiatan dengan berlandaskan mencari keuntungan, sedangkan kegiatan pelayanan yang bersifat non-komersial kegiatannya lebih tertuju pada pemberian layanan kepada masyarakat (layanan publik atau umum) yang sifatnya tidak  mencari keuntungan akan tetapi berorientasikan kepada pengabdian.
Pelayanan yang diberikan tentunya harus berlandaskan ketentuan yang telah ditetapkan,  Adapun dasar hukum dari Good Goverment diantaranya:
·         Transparansi (transparency)
·         Akuntabilitas (accountability)
·         Independensi (Independency)
·         Kesetaraan dan Kewajaran (fairness)
Dalam rangka memberikan kualitas pelayanan yang baik dari aparatur pemerintah, Pemerintah membuat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik,  namun kebijakan ini tidak akan bisa dicapai secara maksimal apabila aparatur pemerintah tidak bekerja secara optimal. Oleh karena itu, kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan harus diimbangi dengan upaya optimalisasi kinerja aparatur pemerintah dan melakukannya secara konsisten dengan memperhatikan segala kebutuhan dan harapan masyarakat.
Upaya optimalisasi kinerja aparatur pemerintah sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah melalui perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1974 menjadi Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Disisi lain untuk meningkatkan kinerja aparatur pemerintah, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan lain berupa Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS dan terakhir mengenai Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor KEP/26/M.PAN/2/2004 tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Alasan keseluruhan kebijakan oleh pemerintah ini, disebabkan karena pemerintah mencoba mempercepat perwujudan pelayanan publik yang berkualitas.[4]
2.2. Hasil Kinerja Pelayanan Publik Oleh Dinas Priwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Situbondo
Dari beberapa program yang ditawarkan oleh Disparbudpora salah satunya adalah Pembangunan Gelanggang atau Balai Remaja (selain milik swasta). Gelanggang Remaja adalah ruang atau tempat yang biasanya dipakai para remaja untuk memanfaatkan waktu luang dengan melakukan berbagai kegiatan yang berguna bagi aktualisasi remaja yang positif.[5] Pembangunan ini merupakan salah satu pelayanan publik dengan tujuan mengembangkan potensi remaja Situbondo dalam peningkatan prestasi olahraga para pemuda maupun olahragawan di Kabupaten Situbondo. Adapun pelayanan yang diberikan, tercatat mulai dari Rencana Stratejik yang diharapakan hingga tahun 2014 lalu masih dilaporkan Nihil (selain milik swasta).[6] Berarti dalam hal ini, Disparbudpora telah gagal melaksanakan tugasnya.
Selang 3 tahun kemudian, hingga akhir 2017 lalu, tidak ada prestasi yang signifikan yang ditunjukkan oleh remaja kabupaten Situbondo khususnya dalam bidang prestasi olahraga, malah terdapat beberapa kasus penyimpangan yang dilakukan oleh remaja kabupaten Situbondo.
Pertama, Seperti yang ditulis 7 remaja itu digiring ke Mapolres Situbondo, untuk diberikan pembinaan dan diinformasikan kepada orang tua masing-masing.[7]
Kedua, Tidak hanya itu sebelumnya pada tahun 2016 lalu dikabarkan oleh Izi Hartono dalam SuryaMalang.com Kamis 20 Oktober 2016 pukul 10:35 WIB, juga terdapat kasus serupa yakni pesta miras oleh remaja Situbondo di daerah Wringin Anom, Asembagus. Mirisnya pesta miras ini nyaris berujung pemerkosaan. “Korban sempat pesta miras bersama temannya berinisial AS, dan Febri. Setelah pesta miras, AS pamit untuk mengantarkan korban pulang ke rumahnya. Ternyata AS membelokkan motornya ke sebuah gubuk di perkebunan sawah. AS memaksa korban untuk melakukan hubungan suami-istri.[8]
Ketiga, Kamis 23 November 2017, 21:01 WIB juga dikabarkan mengenai kasus kenakalan remaja Situbondo, hal ini ditulis oleh Ghazali Dasuqi dalam detiknews. Dalam beritanya Keterangan yang diperoleh detikcom menyebutkan, berawal dari kurang menghargai satu sama lain seorang remaja tertusuk. “Saat kejadian Sudiyanto sebenarnya tidak sendirian. Dia berboncengan bersama temannya, Hendrik (17), juga warga Desa Kayumas, Kecamatan Arjasa. Keduanya mengendarai sepeda motor dengan suara knalpot keras dan melaju dari arah selatan ke utara. Di tengah perjalanan, sepeda motor keduanya mendahului sepeda motor lain yang dikendarai oleh dua pria tak dikenal. Tak terima, dua pria mengendarai Honda CBR itu pun mengejar dan ganti mendahului kendaraan korban. Keduanya bahkan sempat salip-salipan, hingga dua pria itu menghentikan laju motor korban di jalan Desa Kayumas. "Pelaku sempat menegur korban, 'kamu kenapa kok nyalip nyalip saya terus, kenalpotnya keras lagi'. Ditegur begitu, korban menjawab 'kenapa kalau saya salip, wong ini sepeda motor saya sendiri'. Mendapat jawaban begitu, pelaku jadi emosi," papar Nanang. Seketika itu, salah satu pria tadi mengeluarkan sebuah pisau kemudian menodongkan ke korban. Melihat korban terancam, rekan korban, Hendrik, ketakutan hingga memilih kabur.[9]
Dari beberapa kasus diatas menggambarkan bahwa prestasi yang dicapai remaja Kabupaten Situbondo tidak sesuai dengan apa yang telah ditargetkan, malah menorehkan prestasi tidak senonoh.
1.3.  Korelasi Konsep dan Teori serta Studi Lapangan Empiris
Berdasarkan teori yang telah dibahas dalam pembahasan 1.1, melihat fakta secara empiris mampu mencetak remaja Situbondo menjadi remaja yang lebih produktif dengan program pembangunan Gelanggang yang dijadikan sebagai senjata pamungkasnya untuk mengatasi persoalan remaja di Kabupaten Situbondo, ternyata tidak sesuai, hal tersebut harus mendapatkan perhatian khusus kedepannya.
Pengalihan potensi remaja dalam cabang olahraga ini nampaknya bukanlah inovasi terbaik yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Situbondo, sebab pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan hanya di lakukan dalam lingkup instansi akademisi, seperti sekolah baik tingkat SD, SLTP maupun SLTA dan instansi akademisi lainnya. Meski demikian hal itupun belum dapat dikatakan efektif, karena dari sekian kasus yang telah dipaparkan diatas, pelaku yang bersangkutan adalah seorang pelajar, apalagi dengan mereka remaja yang jauh keberadaannya dari lingkup akademisi, tentu saja tidak akan terjamah oleh tawaran yang diberikan oleh pemerintah tersebut.
Berdasarkan pertimbangan ini, accountability dalam asas Good Goverment kurang terpenuhi. Alangkah lebih baiknya apabila pemerintah menyelenggarakan kerja sama terhadap instansi swasta dalam melaksanakan pembangunan Gelanggang serta fungsionalnya untuk tersosialisasi diberbagai wilayah kabupaten Situbondo, sehingga terjalin Good Governance yang diharapkan mampu menjadi jembatan dalam menuju Walfare State.
Kemudian, untuk menanggulangi permasalahan tentang remaja, perlu kiranya tidak hanya dilakukan oleh Disparbudpora saja, namun perlu adanya pengembangan atau program lainnya dari pemerintah yang diperuntukkan guna memajukan kualitas remaja Situbondo, misal oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Situbondo, dinas ini mampu memberikan inspirasi lain dibidangnya seumpama dengan memberikan pembelajaran atas bahayanya pergaulan bebas dll.
Juga aparatur pemerintah Kabupaten Situbondo nampaknya kurang serius dalam mengatasi permasalahan remaja Situbondo, melihat penanganannya hanya sebatas formalitas bukti otentik dalam misi saja dengan pelaksanaan standar tugas, tidak dalam praktek nyata yang optimal berbasis pengabdian. Hal ini pula dapat dinilai dari pemilihan ajang Kakang-Embug Situbondo. Ajang yang dilaksanakan untuk menemukan putra-putri Situbondo yang didapuk Pemkab oleh Disparbudpora Bantu Promosi Potensi Wisata dan Budaya Lokal Kabupaten Situbondo, nampaknya kurang berpengaruh besar, argumen ini didasarkan atas wawancara penulis pada salah satu pengurus ORDA (Organisasi Daerah) Situbondo di kampus IAIN Jember yang bernama Rifa Luviana.[10]
Pada wawancara tersebut, Riva menjelaskan bahwa Kakang-Embug Situbondo tidak ikut andil dalam memperkenalkan budaya lokal Kabupaten Situbondo dalam PASAR BUDAYA yang diselenggarakan oleh kampus IAIN Jember, padahal dapat kita lihat tempat pelaksanaan agenda PASAR BUDAYA berlokasi tidak terlalu jauh dari Kabupaten Situbondo sendiri. Sehingga melihat kasus ini, Ajang pemilihan Kakang-Embug Situbondo hanya dijadikan ajang bergengsi penyetaraan dengan Kabupaten lain, misalnya Gus-Ning Jember, Abang-None Jakarta, Jebeng-Thulik Banyuwangi dll.



[1] Jateng.tribunnews.com diakses tanggal 29 Maret 2018
[2] Inu Kencana Syafiie, Ilmu Pemerintahan, Bandung, Mandar Maju, 2013, hlm. 163-164
[3] Erfina Fuadatul Khilmi, Majlis Ta’lim Dasar-Dasar Manajemen Pemerintahan tentang Pelayanan Publik, 19 November 2017
[4] Fahmi Rezha, Dkk. Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 1, No.5, Hal. 981-990
[5] https://id.wikipedia.org/wiki/Gelanggang_Remaja
[6] Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) 2014 Dinas Paariwisata, Kebudayaan, Pemuda DAN Olahraga Kabupaten Situbondo.
[7] http://m.suaraindonesia.co.id/read/1708/20170910/061015/pesta-miras-7-remaja-asal-situbondo-diamankan-polisi/
[8] http://suryamalang.tribunnews.com/2016/10/20/ancaman-ini-bikin-pelajar-di-situbondo-jadi-korban-pemerkosaan
[9] https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3740168/gara-gara-salip-salipan-motor-remaja-di-situbondo-ditusuk-pisau
[10] Wawancara dilakukan pada tanggal 30 Maret 2018 melalui Via online Whatsapp.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

makalah tarikh tasyri' (Fenomena Tasyri’ Masa Sahabat Kecil dan Tabi’in)

Makalah Hukum Tata Usaha Negara

makalah bahasa arab