Kendala-Kendala Internal dan Eksirnal Negoisator
OLEH:
MAULIDA MAULAYA HUBBAH
PRODI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS HUKUM ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb.
Salah satu cara mengatasi sengketa non litigasi adalah dengan melakukan
interaksi sosial antara satu pihak dengan pihak lainnya sehingga mencapai
kesepakan bersama atau yang kita kenal dengan istilah negoisasi. Secara Etimologi, kata negosiasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “to
negotiate” dan “to be negotiating” yang artinya
membicarakan, merundingkan, atau menawar. Kata tersebut kemudian memiliki
turunan lain yaitu “negotiation” yang artinya
menjelaskan aktivitas membicarakan atau merundingkan sesuatu dengan pihak lain
untuk mencapai kesepakatan.
Pelaku negoisasi sendiri disebut sebagai negoisator. Adapun berlangsungnya
upaya negoisasi dipengaruhi oleh pihak negoisator sendiri, oleh karena itulah
kemudian, penulis berinisiatif untuk mengkaji secara sistematis setelah kami
mempelajari mengenai pengertian negoisasi, teknik, prosedur hingga tahap-tahap
proses negoisasi kini perlu kiranya kita mengetahui problematika yang dihadapi
saat terjalin suatu upaya negoisasi, singkat penulis rangkum dalam makalah ini dengan
judul: “Kendala-Kendala Internal dan Eksternal Negoisator”
Kemudian kami sampaikan Terima kasih yang
begitu sangat kepada Bapak A. Mansur, S.HI. M.H. sebagai dosen pembimbing mata kuliah Litigasi dan Non Litigasi Fakultas
Syariah Institut Agama Islam Negeri Jember yang telah membimbing dan mengajari
penulis hingga saat ini.
Demikian pengantar yang dapat kami sampaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat, Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai
akhir.
Wassalamu’alaikum wr.wb…....
22
- Februari - 2019
Penulis,
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Negoisator
2.2 Kendala-Kendala Internal Negoisator
2.3 Kendala-Kendala Eksternal Negoisator
BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mengingat Negosiasi sebagai sarana bagi para pihak
yang bersengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak
ketiga sebagai penengah, sehingga tidak ada prosedur baku, akan tetapi prosedur
dan mekanismenya diserahkan kepada kesepakatan para pihak yang bersengketa
tersebut.
Pelaku negoisasi sendiri disebut sebagai negoisator. Adapun
berlangsungnya upaya negoisasi dipengaruhi oleh pihak negoisator sendiri, oleh
karena itulah kemudian, penulis berinisiatif untuk mengkaji secara sistematis
setelah kami mempelajari mengenai pengertian negoisasi, teknik, prosedur hingga
tahap-tahap proses negoisasi kini perlu kiranya kita mengetahui problematika
yang dihadapi saat terjalin suatu upaya negoisasi tersebut.
Adapun kendala yang
terlahir munculnya dapat dipengaruhi langsung dari dalam (internal) ataupun
dari luar (eksternal). Perlu kiranya faktor-faktor kendala tersebut kita
ketahui sebagai sarana informasi guna menunjang ilmu pengetahuan juga dalam
melaksanakan atau mempraktikkan kegiatan negoisasi tersebut.
Hal inilah yang
kemudian menjadi dasar bagi penulis untuk mengkaji kendala yang ada pada
negoisator secara internal dan ekternal yang terangkum dalam materi dengan
judul “Kendala-Kendala Internal dan Eksternal Negoisator” sebab dengan
diketahuinya kendala tersebut, dapat meminimalisir hal yang tidak diinginkan
saat sedang melakukan negoisasi.
Penjelasan lebih lanjut
akan penulis kaji dalam bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Negoisator
Setelah memahami makna,
prosedur atau tahap dan cara hingga teknik dalam bernegoisasi, maka kajian
selanjutnya yakni berkaitan dengan pihal yang melakukan negoisasi itu sendiri
atau yang kita sebut sebagai negoisator. Pada negoisasi para pihak dapat langsung
manjadi sebagai pihak negoisator atau ia dapat mewakilinya kepada orang yang
dapat dipercayainya, bisa juga kepada kuasa hukum atau penasihat hukum.[1]
Peranan negoisator sangatlah berpengaruh
atas keberhasilan negoisasi yang dilakukan sehingga diharapkan setelah masalah
terselesaikan tidak ada permusuhan di antara para pihak yang bersengketa. Kunci
untuk menghasilkan solusi yang tidak merugikan sepihak atau kita sebut sebagai
win-win solution adalah terletak dari teknis negoisasi si negoisator.[2]
Mengingat Negosiasi adalah sesuatu yang kita lakukan setiap saat
tanpa kita sadari dan terjadi hampir di setiap aspek kehidupan kita dan
merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi dan menyelesaikan
konflik atau perbedaan kepentingan. Negosiasi adalah sebuah proses dimana dua
atau lebih orang atau kelompok bersama-sama memberikan perhatian pada minatuntuk mendapatkan sebuah
kesepakatan yang akan saling menguntungkan (menguntungkan kedua belah pihak).
Negosiasi merupakan cara yang lebih baik dalam mencari solusi
dibanding dengan sebuah pengadilan ataupun kekerasan. Untuk mendapatkan solusi terbaik, negosiasi
dilakukan dengan menjalin hubungan yang baik dan dengan professional. Pada
umumnya negosiasi digunakan dalam sengketa yang tidak terlalu pelik, di mana
para pihak masih beriktikad baik dan bersedia untuk duduk bersama memecahkan
masalah. Menurut pasal 6 ayat 2 Undang Undang nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa,[3] pada dasarnya para pihak berhak untuk
menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kesepakatan
mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk
tertulis yang disetujui oleh para pihak.
Negosiasi yang baik dan efektif adalah
negosiasi yang didasarkan pada data riel yang akurat dan faktual, sehingga
setiap argumen dan kehendaknya tidak terlepas dari fakta yang ada. Di samping
itu juga harus ditopang dengan negosiator yang handal dan professional, yang
memahami tujuan negosiasi dilakukan dan mempunyai daya kemampuan optimal dalam
menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi dan terhindar dari kemungkinan
dead lock.
2.2 Kendala-Kendala Internal
Negoisator
Umumnya kendala internal
negosiator terlahir dari diri pribadi seseorang yang melakukan negoisasi, yakni
perilaku pihak-pihak yang bertikai akan mempengaruhi oleh jalannya proses
negoisasi, dimana kedua belah pihak tidak dapat mencari solusi dalam waktu yang
bersamaan sehingga biasanya hasil kesepakatan akan merugikan salah satu pihak.[4]
“The
ineffective aggressive negotiator has some undesirable traits that make him
fail. He is overtly hostile, arrogant, obnoxious and irritating. He is in fact
unprepared on the facts and the law and he tends to bluff. He uses aggression
as a substitute for preparation. In face-to-face negotiation he is
quarrewlsome, demanding and argumentative, often using a take-it-or-leave-it
approach. He is intolerant of and hostile to the needs of others, and his
bulliying approach leads the negotiations to collapse since he will inevitably
drive the other side away from the negotiating table unless it is in an
extremely weak position.”[5]
Andrew Goodman beragumen mengenai kharakter buruk yang
dimiliki oleh seorang negoisator yang dapat mempengaruhi kegagalannya terhadap
negoisasi itu sendiri, ia menuliskan bahwa negosiator yang tidak efektif
memiliki beberapa sifat yang tidak diinginkan yang membuatnya gagal. Dia terang-terangan
bermusuhan, sombong, menjengkelkan dan mengesalkan. Dia sebenarnya tidak
siap dengan fakta dan hukum dan dia cenderung menggertak. Dia menggunakan
agresi sebagai pengganti persiapan. Dalam negosiasi tatap muka, dia suka
bertengkar, banyak menuntut dan argumentatif, sering menggunakan pendekatan “take-it-or-leave-it”. Dia tidak toleran dan
memusuhi terhadap kebutuhan orang lain,
dan pendekatannya yang membujuk menyebabkan perundingan runtuh karena dia pasti
akan menjauhkan pihak lain dari meja perundingan kecuali jika ia berada dalam
posisi yang sangat lemah.
Ia
pun tak luput menuliskan karakter dalam diri negoisator yang sangat menunjang
keberhasilan negoisasi adalah sangat lemah. “The effective
cooperative negotiator is the embodiment of the idea of creating a win-win
situation in which both sides get a far settlement, while getting the best settlement
available for his client. His conduct is trustworthy, ethical and fair, in
personable, tactful, sincere and fair-minded. He presents realistic opening
position, accurately evaluates the case and in relative operatively (sometimes
this is known as cooperative thrusts) but will use the strategy of tit-for-tat
both to protect his client’s standpoint, he is willing to share information
since cooperatives solve problems by reference to the merits rather than by
shying away from their difficulties. He uses understatement and assumes that
truth will out and speak for itself.”[6]
Yang artinya Negosiator kooperatif yang efektif adalah
perwujudan dari gagasan menciptakan situasi win-win di mana kedua belah pihak
mendapatkan penyelesaian yang jauh, sementara mendapatkan penyelesaian terbaik
yang tersedia untuk kliennya. Tingkah lakunya dapat dipercaya, etis dan adil
dalam kepribadian, bijaksana, tulus dan berpikiran adil. Dia menyajikan posisi
pembukaan yang realistis, mengevaluasi kasus secara akurat dan relatif secara
operasional (kadang-kadang ini dikenal sebagai dorongan koperasi) tetapi akan menggunakan
strategi tit-for-tat baik untuk melindungi sudut pandang kliennya, dia bersedia
untuk berbagi informasi karena berkerjasama menyelesaikan masalah dengan
mengacu pada manfaat daripada dengan menjauh dari kesulitan mereka. Dia
menggunakan pernyataan yang meremehkan dan mengasumsikan bahwa kebenaran akan
keluar dan berbicara untuk dirinya sendiri.
Selain itu itu William Ury dan Roger Fisher menyebutkan
bahwa ada lima kendala utama yang dihadapi para negosiator dalam negosiasi, satu diantaranya masuk pada kendala internai yakni: [7]
1.
Reaksi
Kita (Your Reaction)
Bila kita tertekan, secara manusiawi terdapat
kecenderungan bereaksi secara emosional untuk membalas serangan. Reaksi kita
ini yang dapat mengakibatkan negosiasi berakhir tanpa mendapatkan keputusan
apapun. Untuk itu sikap kita sebagai negosiator haruslah memisahkan antara diri
kita dengan emosi, agar kita dapat berpikir dengan jernih dan netral.
Yang kerab
menjadi kendala internal secara umum yakni:
1.
Melihat negosiasi
sebagai konfrontasi
Perlu diingat bahwa negosiasi bukanlah suatu konfrontasi. Pada kenyataannya, negosiasi dikategorikan sebagai kerjasama antara dua belah pihak untuk mencari pemecahan masalah, dibandingkan dengan individu yang menginginkan kemenangan dari suatu kontes.Ketahuilah bahwa sikap yang ditimbulkan pada saat negosiasi (bermusuhan, bekerjasama) akan membawa pengaruh dari interaksi yang dilakukan. Suatu perkelahian akan Anda hadapi bila Anda seseorang yang konfrontasi.
Perlu diingat bahwa negosiasi bukanlah suatu konfrontasi. Pada kenyataannya, negosiasi dikategorikan sebagai kerjasama antara dua belah pihak untuk mencari pemecahan masalah, dibandingkan dengan individu yang menginginkan kemenangan dari suatu kontes.Ketahuilah bahwa sikap yang ditimbulkan pada saat negosiasi (bermusuhan, bekerjasama) akan membawa pengaruh dari interaksi yang dilakukan. Suatu perkelahian akan Anda hadapi bila Anda seseorang yang konfrontasi.
2.
Selalu berusaha untuk
memenangkan di setiap situasi
Jika Anda “Menang” pasti ada yang kalah, dan itu akan
menjadikan kesulitan pada suatu saat. Suatu pandangan yang bagus dalam
negosiasi adalah mencoba untuk menemukan solusi dimana kedua belah pihak
”Menang”.
3. Menjadi emosional
Memang wajar bila emosional timbul saat bernegosiasi. Tapi ingat juga bahwa
kemampuan Anda untuk bernegosiasi dengan benar akan berkurang bila Anda semakin
emosional. Mengontrol emosi adalah hal yang juga tidak boleh terlupakan.
4. Tidak berusaha untuk mengerti orang lain
Mengertilah kebutuhan orang lain, dan mencoba untuk memahami keinginan
tersebut. Mengapa? sebab Anda berusaha untuk mendapatkan solusi yang dapat
diterima oleh kedua belah pihak.Apabila Anda tidak dapat mengerti kebutuhan dan
keinginan orang lain, dapat dipastikan negosiasi akan gagal. Seringkali, pada
saat mencari tahu tentang seseorang, kadang malah menemukan bahwa sebenarnya
tidak banyak pertentangan yang berarti.
5. Fokus pada pribadi, bukan pada masalah
Kadang persepsi sulitnya orang lain diajak bekerjasama hadir saat
berhadapan dengan orang yang tidak Anda sukai. Pada saat ini terjadi, negosiasi
yang efektif akan gagal. Penting sekali untuk tetap pada masalah (issue) yang
ada dan menyingkirkan ketidaksukaan kita dari orang tersebut.
6. Menyalahkan orang lain
Dalam setiap pertikaian ataupun negosiasi, setiap pihak akan memberikan
sesuatu yang akan membuat lebih baik ataupun lebih buruk. Suasana yang tidak
menyenangkan akan tercipta jika Anda menyalahkan seseorang. Namun jika Anda
bertanggung jawab terhadap masalah tersebut, Anda menciptakan suatu semangat
dalam bekerjasama.
2.3 Kendala-Kendala Eksternal
Negoisator
Kendala-
kendala eksternal negoisator adalah hambatan dalam bernegoisasi diluar dari
kepribadian atau diri para pihak yang sedang bernegoisasi. William
Ury dan Roger Fisher menyebutkan bahwa ada lima kendala utama yang dihadapi
para negosiator dalam negosiasi, empat diantaranya yang
masuk pada kategori kendala eksternal negoisator adalah:[8]
1. Emosi Mereka (Their Emotions)
Emosi
dari negosiator pihak lain yang negatif baik itu tidak kooperatif ataupun
selalu mempertahankan posisinya tanpa mau mendengarkan pihak lain. Sikap
negosiator pihak lain ini biasanya berprinsip bahwa dalam negosiasi selalu ada
pihak yang “dimakan” dan yang “memakan”.
2. Posisi Mereka (Their Positions)
Negosiator
pihak lain yang bersikukuh pada posisinya, sering kali memancing kita untuk menolak
posisi mereka. Sikap demikian dapat memperkeruh keadaan karena negosiator pihak
lain bisa saja semakin mempertahankan posisi mereka. Pemecahannya adalah dengan
melakukan pendekatan dengan menanyakan kenapa mereka ingin mempertahankan
posisi itu, agar para pihak dapat mengerti maksud dan keinginan masing-masing
pihak dan bisa dicari jalan tengahnya.
3. Ketidak puasan Mereka (Their Satisfactions)
Hasil
negosiasi yang telah disepakati terkadang tidak menimbulkan kepuasan bersama.
Untuk itu, sebelum mencapai kesepakatan sebaiknya para pihak harus yakin bahwa
negosiator pihak lain telah yakin dengan kesepakatan yang akan dibuat. Terdapat
dua hal penting untuk mengatasi ketidak puasan mereka, yaitu identifikasi dan
penuhi kepentingan dan kebutuhan mereka, terutama kebutuhan dasar sebagai
manusia. Kebutuhan dasar manusia tercermin dalam teori segitiga kepuasan (triangle
of satisfaction) yang terdiri dari kebutuhan substantif, psikologis dan
prosedural.
4. Kekuatan Mereka (Their Power)
Sering
kali pihak lawan melihat negosiasi sebagai suatu proses yang bertujuan
menciptakan win-lose solution. Apabila negosiator pihak lain berpikiran
bahwa mereka harus menang, kita seharusnya memberikan sedikit pencerahan dengan
menyakinkan mereka bahwa biaya yang akan dipikul sangatlah besar apabila
kesepakatan dalam negosiasi tidak tercapai dan yakinkan kembali bahwa tujuan
dalam negosiasi adalah untuk tercapainya kesepakatan yang memenuhi kepuasan
bersama.
BAB III
PENUTUP
1.1
Kesimpulan
1. Negosiasi
yang baik dan efektif adalah negosiasi yang didasarkan pada data riel yang
akurat dan faktual, sehingga setiap argumen dan kehendaknya tidak terlepas dari
fakta yang ada. Di samping itu juga harus ditopang dengan negosiator yang
handal dan professional, yang memahami tujuan negosiasi dilakukan dan mempunyai
daya kemampuan optimal dalam menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi
dan terhindar dari kemungkinan dead lock.
2. Umumnya kendala
internal negosiator terlahir dari diri pribadi seseorang yang melakukan
negoisasi. Andrew Goodman
beragumen mengenai kharakter buruk yang dimiliki oleh seorang negoisator yang
dapat mempengaruhi kegagalannya terhadap negoisasi itu sendiri, ia menuliskan
bahwa negosiator yang tidak efektif memiliki beberapa
sifat yang tidak diinginkan yang membuatnya gagal. Dia terang-terangan bermusuhan, sombong, menjengkelkan dan mengesalkan. Dia sebenarnya tidak siap dengan fakta dan hukum dan dia cenderung
menggertak.
3. kendala eksternal
negoisator adalah hambatan dalam bernegoisasi diluar dari kepribadian atau diri
para pihak yang sedang bernegoisasi. William
Ury dan Roger Fisher menyebutkan yakni faktor emosi, posisi, ketidakpuasan dn posisi
mereka atau pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ratma, Desriza.
2012. Seri Hukum Kesehatan Mediasi
Non Litigasi Terhadap Sengketa Medik dengan Konsep Win-win Solution. Jakarta:
Gramedia.
Undang
Undang nomor 30 Tahun 1999 Pasal 6 ayat 2 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Mujahidin, Ahmad. 2018. Ruang Lingkup dan Praktik Mediasi
Sengketa Ekonomi Syari’ah. Yogyakarta: Deepublish.
Goodman, Andrew. 2017. Effective Mediation Advocacy Student Edition. UK: Mediation Publishing.
Margono, Suyud. 2004. Alternative Dispute Resolution dam Arbitrase: Proses Pelembagaan dan
Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
[1] Desriza Ratma, Seri Hukum Kesehatan Mediasi Non Litigasi Terhadap
Sengketa Medik dengan Konsep Win-win Solution,(Jakarta: Gramedia, 2012) hlm
110.
[2] Desriza Ratma, Seri Hukum Kesehatan Mediasi Non Litigasi Terhadap
Sengketa Medik dengan Konsep Win-win Solution 113
[3] Undang Undang nomor 30 Tahun 1999 Pasal 6
ayat 2 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
[4] Ahmad Mujahidin, Ruang Lingkup dan Praktik Mediasi Sengketa Ekonomi
Syari’ah, (Yogyakarta: Deepublish, 2018) hlm 40.
[5] Andrew Goodman, Effective Mediation Advocacy Student Edition, (UK:
Mediation Publishing, 2017) 145
[6] Andrew Goodman, Effective Mediation Advocacy Student Edition.................................................................. .
145
[7] Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dam Arbitrase:
Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2004) hlm
57.
[8]
Suyud Margono, Alternative Dispute Resolution dam Arbitrase: Proses
Pelembagaan dan Aspek Hukum,hlm 57
Komentar
Posting Komentar